Parapuan.co - Bullying atau penindasan masih kerap terjadi hingga saat ini.
Tak mengenal usia, bullying bisa terjadi pada siapa saja.
Bukan hanya pada anak-anak di sekolah, bahkan bullying juga dapat dialami oleh orang dewasa.
Penindasan atau bullying ini juga bisa terjadi di lingkungan kerja.
Menegaskan komitmen berkelanjutan untuk mengedepankan kesetaraan, keberagaman dan inklusi di tengah lingkungan kerja ataupun masyarakat, Unilever Indonesia melanjutkan kolaborasi dengan komunitas anti-bullying Sudah Dong dengan meluncurkan e-booklet bertajuk “Sadari, Kenali, Atasi Workplace Bullying” di tengah semangat peringatan Hari Toleransi Internasional 2022.
Panduan yang dapat diakses secara gratis ini ingin mendorong semangat dan komitmen masyarakat untuk memberikan fokus lebih dan melakukan aksi nyata melawan workplace bullying.
Ini juga untuk merangkul semakin banyak perusahaan untuk memiliki sistem, struktur dan kepemimpinan yang berpihak pada anti-bullying.
Workplace bullying adalah perilaku yang mengganggu atau menyakiti kesehatan fisik dan mental seseorang dan dilakukan secara terus-menerus dalam bentuk kekerasan verbal, perilaku ofensif, ancaman, mempermalukan, mengintimidasi, hingga menyabotase suatu pekerjaan[1].
Jika dibiarkan, workplace bullying menjadi bentuk intoleransi dan diskriminasi yang membudaya, bahkan dinormalisasi di tempat kerja.
Baca Juga: Jangan Takut! Ini Hal yang Harus Kamu Lakukan Jika Menerima Bullying
“Sejalan dengan strategi ‘The Unilever Compass’, Unilever Indonesia ingin terus berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan inklusif, termasuk dengan menerapkan prinsip zero tolerance untuk bullying di tempat kerja," ujar Kristy Nelwan, Head of Communication PT Unilever Indonesia, Tbk, dalam IG Live Unilever Indonesia, Kamis (17/11/2022).
"Berpegang pada kode etik bernama Respect, Dignity & Fair Treatment (RDFT), kami menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, atau menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, hingga pandangan politik sekalipun," imbuhnya.
“Hari Toleransi Internasional 2022 menjadi momen yang tepat untuk membangkitkan kesadaran semua pihak untuk menciptakan dunia yang lebih toleran, termasuk mengenai masalah workplace bullying ke masyarakat yang lebih luas,” lanjut Kristy.
Tindak lanjut dan aksi untuk menghentikan budaya yang sangat toxic ini menjadi semakin penting karena lapangan kerja akan didominasi oleh milenial dan Gen-Z sebagai populasi terbesar di Indonesia, dimana mereka punya kriteria tersendiri dalam memilih tempat kerja.
“The Deloitte Global 2022 Gen-Z and Millennial Survey” yang melibatkan 14.808 Gen-Z dan 8.412 milenial yang tersebar di 46 negara memperlihatkan bahwa 46% milenial dan Gen-Z di posisi senior memilih untuk menolak pekerjaan di lingkungan yang bertentangan dengan kode etik yang mereka pegang.
Selain itu, Gen-Z dan milenial adalah generasi yang sangat mementingkan mental health di tempat kerja.
Survei “Millennials and Generation Z – Making Mental Health at Work a Priority” oleh Deloitte terhadap 23.000 milenial and Gen-Z di 45 negara menunjukkan hampir setengah dari milenial dan 54% Gen-Z melaporkan diskriminasi di tempat kerja karena alasan ras, suku dan gender, dimana hal ini sangat mempengaruhi kecemasan dan mental health mereka saat bekerja.
“Oleh karena itu, menyediakan lingkungan kerja dengan budaya yang positif termasuk bebas bullying dan diskriminasi adalah hal yang perlu diprioritaskan demi terwujudnya angkatan kerja masa depan yang lebih toleran dan inklusif,” tegas Kristy.
Baca Juga: Dimaksudkan sebagai Lelucon, Benarkah Prank adalah Bentuk Bullying?
Tantri Arihta Sitepu, Volunteer dari komunitas Sudah Dong menanggapi, tindakan workplace bullying sebenarnya dapat dicegah, antara lain dengan cara membangun relasi yang baik dengan rekan-rekan kantor, yang tentu saja membutuhkan personal effort sehingga kita paling tidak bisa mengetahui personal interest masing-masing; menggali prinsip personal satu sama lain melalui percakapan sehari-hari; tidak memaksakan prinsip personal kita pada orang lain; berkomunikasi dengan jelas tentang apa yang kita suka atau tidak suka dengan kata-kata yang santun; hingga memahami bahwa kita tidak mungkin bekerja sendiri.
"Dengan melakukan hal-hal tersebut, secara langsung kita sedang bertoleransi. Saat kita memahami apa yang menjadi batasan-batasan pribadi orang lain, maka respect pun terbangun. Akhirnya, diharapkan tidak ada bullying di antara rekan kerja di lingkungan kantor," tegasnya.
“Di sisi lain, memastikan keamanan serta kenyamanan pekerja saat bekerja, baik di kantor maupun secara remote dengan menyediakan aturan dan sanksi yang jelas merupakan kewajiban semua perusahaan, layaknya Unilever Indonesia yang sudah secara sistematis menjalankan hal tersebut.
"Agar dapat diikuti oleh lebih banyak perusahaan, masih diperlukan edukasi lebih banyak tentang bagaimana perusahaan mampu memastikan bahwa para pekerja merasa aman, nyaman, dan, utamanya, terlindungi dari tindakan workplace bullying ataupun bentuk kekerasan lainnya,” lanjut Tantri.
Melalui kolaborasi e-booklet berjudul “Sadari, Kenali, Atasi Workplace Bullying”, Unilever Indonesia dan Sudah Dong menjabarkan pemahaman mengenai workplace bullying; cara mengidentifikasi tindakan workplace bullying; hal yang harus dilakukan saat menjadi korban maupun saksi workplace bullying.
Ini juga dapat menjadi panduan bagi perusahaan untuk menegakkan komitmen anti-bullying di lingkungan kerja; hingga contoh best practice yang dapat dilakukan perusahaan dalam mencegah dan menindak tindakan workplace bullying.
Tidak hanya informasi satu arah, terdapat pula games interaktif yang dapat menjadi bahan evaluasi untuk melihat di mana posisi kita saat workplace bullying terjadi di sekitar kita.
E-booklet ini dapat diakses publik secara gratis melalui situs http://www.sudahdong.com/buku-panduan/ dan akan disebarluaskan ke berbagai pihak guna meningkatkan awareness dan menegakkan berbagai kebijakan yang konkret terkait workplace bullying.
Tidak hanya itu, Unilever Indonesia juga secara berkelanjutan menyuarakan pentingnya toleransi melalui program kampanye dan aktivasi internal, seperti kampanye Pentas (Permen Integritas) yang secara kreatif memberikan rasa aman dan nyaman pada karyawan untuk proaktif bersuara terhadap potensi pelanggaran kode etik, diskriminasi dan stigma di sekitar mereka.
(*)