Ini karena seorang manipulatif cenderung punya kendali emosional yang besar terhadap "korban".
Pensiunan polisi itu meminta agar "korban" berhenti menemui pelaku love bombing dan menuliskan surat yang memuat tiga pesan, yaitu:
1. Menuliskan sesuatu yang positif mengenai pelaku love bombing, mulai dari bagaimana senangnya saat "korban" pertama kali bertemu dengannya hingga keseruan saat menikmati waktu bersama.
2. Kemudian, surat dilanjutkan dengan menjelaskan bahwa beberapa sikap pelaku membuat "korban" merasa tidak nyaman.
Di bagian ini, kamu bisa menyebutkan sikap mana saja yang membuatmu kurang nyaman, seperti terlalu posesif, sering memata-matai, dan lain sebagainya.
3. Pesan terakhir di dalam surat ialah klarifikasi bahwa kamu tidak ingin lagi bertemu dengannya.
Di sini, kamu bisa meminta pelaku untuk tidak menghubungimu lagi, baik lewat pesan singkat, email, maupun bertemu langsung.
Michelle Jaqua menambahkan, cara ini mungkin tidak langsung akan membuat pelaku love bombing yang manipulatif berhenti dan benar-benar meninggalkan "korban".
Pelaku mungkin akan kembali lagi dan berusaha menemui "korban" dengan cara apa pun.
Untuk itu, kamu membutuhkan bantuan dari teman dan kerabat agar tidak memberikan informasi apa pun terkait dirimu kepada pelaku love bombing.
Nantinya, ia akan butuh beberapa waktu untuk bisa melepaskanmu walau bisa jadi tidak sepenuhnya menyadari kesalahannya.
Baca Juga: Hati-Hati! Ini 3 Perbedaan PKDT Normal dan Love Bombing di Hubungan
(*)