Parapuan.co - Belakangan tengah ramai jadi perbincangan publik mengenai air dalam kemasan yang tercemar.
Air minum dalam kemasan seperti galon di beberapa tempat dikabarkan tercemar Bisphenol A atau BPA.
Bahaya kandungan BPA ini dijelaskan oleh dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Evi Naria, seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurut penjelasannya, jika BPA terminum, maka sistem ekskresi tubuh akan mengeluarkan BPA dalam waktu 6 jam.
Akan tetapi kandungan BPA ini dapat terakumulasi karena orang bisa minum air setiap jam.
Apalagi, BPA secara cepat dapat diserap sistem pencernaan dan meniru struktur dan fungsi hormon esterogen.
Hal ini pun dapat memengaruhi proses tumbuh seperti perbaikan sel, perkembangan janin, tingkat energi dan reproduksi, hingga kesuburan.
Selain itu, kandungan BPA berlebih bisa menganggu fungsi hati, kekebalan tubuh, dan otak.
Kelompok populasi beresiko tinggi adalah bayi, anak-anak, dan ibu hamil.
Baca Juga: Aqua Palsu Beredar di Cilegon, Begini Cara Membedakan dengan Aslinya
Isu mengenai bahaya Bisphenol A (BPA) air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan Polikarbonat (PC) atau galon guna ulang terus digulirkan pihak-pihak tertentu hingga kini.
Tujuannya hanya satu, yaitu berusaha mengegolkan revisi Perka BPOM No.31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang bermaksud hanya untuk melabeli ‘ Berpotensi Mengandung BPA’ pada kemasan AMDK galon guna ulang meskipun banyak pihak yang menentangnya karena dinilai mengandung unsur persaingan usaha.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU), Chandra Setiawan, melihat polemik isu BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.
“Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” katanya, seperti dikutip dari rilis yang diterima PARAPUAN.
Hal senada juga disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan pakar hukum persaingan usaha, Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH. M.Li.
“Dalam rangka kesehatan boleh-boleh saja untuk jadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. Tetapi, tetap harus dilihat juga dampaknya terhadap persaingan usahanya,” katanya.
Isu mengenai bahaya BPA galon guna ulang ini sudah digulirkan sejak tahun 2020 lalu oleh sebuah lembaga masyarakat yang menamakan dirinya Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL).
Lembaga ini tiba-tiba mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melabeli ‘Berpotensi Mengandung BPA’ terhadap kemasan galon guna ulang dengan alasan bahwa kemasan galon ini tidak baik untuk kesehatan anak-anak.
Baca Juga: Rencana BPOM Labeli BPA di Air Kemasan Isi Ulang Tuai Kontra, Ini Alasannya
Sayangnya, tak ada satu bukti yang bisa ditunjukkan lembaga ini terkait bahaya kesehatan yang diakibatkan kemasan galon guna ulang itu.
Malah, JPKL pernah kedapatan melakukan penipuan publik dengan mengklaim menemukan tingkat migrasi BPA pada sampel galon isi ulang berkisar antara 2 hingga 4 parts per million (ppm) atau di atas batas toleransi yang diizinkan BPOM 0,6 ppm, dari uji laboratorium yang dilakukan TÜV NORD Indonesia Laboratories.
Namun, saat itu TUV mengakui bahwa sampel yang digunakan untuk uji lab itu berasal dari JPKL, yang kemungkinan tidak mewakili yang ada di pasaran.
“Jadi, kalau penelitiannya bukan kita yang melakukan. Kita hanya menganalisa saja si produk galon guna ulang tersebut. Sampelnya itu dari yang meminta kita untuk melakukan uji lab. Jadi, sampelnya bukan dari kita juga tapi dari customer,” demikian penjelasan TUV saat itu.
Tidak hanya JPKL, lembaga lainnya juga tiba-tiba bermunculan dengan maksud serupa.
Salah satunya adalah FMCG Insights yang juga menyuarakan pelabelan BPA terhadap galon guna ulang.
Dan akhir-akhir ini, lembaga yang menamakan diri sebagai Zero Waste Management Consortium dan Koalisi Pejalan Kaki juga ikut-ikutan menyuarakan hal serupa.
Semua lembaga-lembaga masyarakat yang terkesan digunakan industri pesaing yang ingin menjatuhkan pasar AMDK galon guna ulang ini sangat gigih melakukan manuvernya baik melalui tulisan-tulisan berbayar maupun buzzer-buzzer berbayar di media sosial.
Melihat manuver-manuver tersebut, Astari Yanuarti, Co-founder Indonesian Antihoax Education Volunteers (REDAXI), bisa membaca bahwa kemungkinan akun-akun para buzzer terkait bahaya BPA pada galon guna ulang itu digerakkan sangat terbuka, dan patut diduga ada motif komersial di baliknya.
Baca Juga: Tingkatkan Kualitas Air Minum, Perusahaan Home Appliances Korea Selatan Luncurkan Water Purifier
“Penyebaran hoaks itu tidak hanya dilakukan oleh buzzer, tapi semua orang bisa menjadi penyebar hoaks secara sadar maupun tidak. Motifnya beraneka rupa, ada yang karena uang, ideologi, kesehatan, kepedulian, politik, dan emosional,” katanya.
Tanpa memperdulikan keresahan yang terjadi di masyarakat, kelompok-kelompok penyebar isu hoaks yang ingin menjatuhkan pasar galon guna ulang ini juga bahkan dengan berani mencatut nama anggota DPR RI, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), akademisi, dokter, dan lembaga-lembaga pendidikan dengan memberitakan seolah-olah mereka mendukung pelabelan BPA galon guna ulang.
Baru-baru ini saja Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengaku ada pihak-pihak yang melakukan framing terhadap dirinya terkait isu BPA ini.
Dia mengatakan ada pihak-pihak yang membuat rilis palsu terkait pernyataannya di beberapa media. Dia merasa tidak pernah diwawancara terkait hal yang menyebut-nyebut soal isu BPA. “Waduuh, ini ada yang framing. Ada mafia,” ucapnya.
Sebelumnya, hal serupa juga pernah dialami Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati. Ada pihak yang sengaja melakukan framing dalam pemberitaan yang seolah-olah dia mendukung pelabelan BPA.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), Efriza, sebelumnya juga merasa diframing. Tapi, dia langsung mengklarifikasi pernyataannya yang dimuat beberapa media soal bahaya Bisfenol A (BPA) dalam galon guna ulang terhadap kesehatan bayi, balita, dan janin pada ibu hamil.
Menurutnya, saat itu dia hanya menyampaikan bahwa yang berwenang untuk mengatur keamanan pangan di Indonesia adalah negara yang dalam hal ini BPOM.
Kisruh soal isu BPA ini pun mengusik perhatian dari beberapa kementerian dan lembaga, para ilmuwan, dan juga kalangan medis atau para dokter.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, langsung menegaskan bahwa kemasan AMDK galon guna ulang sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) dan izin edar sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Baca Juga: Bukan Sekadar Air Biasa, Ini Manfaat Sparkling Water bagi Tubuh
Karenanya, dia sangat menyayangkan adanya upaya-upaya dari pihak-pihak tertentu yang menghembuskan isu terkait bahaya Bisfenol A (BPA) di salah satu produk AMDK di masyarakat.
Atong Soekirman, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Bidang Perekonomian juga menyayangkan adanya upaya yang mendiskreditkan salah satu produk AMDK dengan menghembuskan isu bahwa produk ini berbahaya bagi kesehatan karena kemasannya yang mengandung BPA.
“Ini jelas akan menimbulkan imej negatif terhadap AMDK yang dikemas dalam kemasan yang mengandung BPA yang dapat berdampak pada iklim usaha,” katanya.
Dunia kedokteran dan pakar kimia pun memberikan pendapatnya terkait BPA yang terdapat dalam galon guna ulang ini.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP mengatakan belum ada bukti air minum dalam kemasan itu menyebabkan penyakit kanker.
Dr. M. Alamsyah Aziz, SpOG (K), M.Kes., KIC, dokter spesialis kandungan yang juga Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), juga mengatakan sampai saat ini dirinya tidak pernah menemukan adanya gangguan terhadap janin karena ibunya meminum air minum dalam kemasan.
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Eko Hari Purnomo, juga menegaskan bahwa kandungan BPA AMDK tidak membahayakan kesehatan.
“Berdasarkan data-data yang ada, penggunaan kemasan itu tidak menimbulkan resiko kesehatan, terutama dari sudut pandang BPA-nya,” kata Eko.
Dr. Ahmad Zainal, pakar polimer dari ITB juga menyayangkan adanya narasi yang salah dalam memahami kandungan BPA dalam AMDK yang dihembuskan pihak-pihak tertentu akhir-akhir ini. Sebagai pakar polimer, dia melihat kemasan yang mengandung BPA itu merupakan bahan plastik yang aman.
Pakar Teknologi Produk Polimer/Plastik yang juga Kepala Laboratorium Green Polymer Technology Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Assoc. Prof. Dr. Mochamad Chalid, S.Si., M.Sc. Eng., menegaskan pada dasarnya kemasan ini secara disain material bahan bakunya relatif aman untuk AMDK dengan jumlah kali guna-ulang tertentu, yang memperhatikan sifat-sifat fungsionalnya seperti migrasi BPA sebagai sisa bahan baku atau hasil degradasi dari polikarbonat pada kemasan tersebut.
Baca Juga: Akses Air Minum Bersih Susah, Brand Ini Hadirkan Solusi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(*)