Parapuan.co - Jelang Hari Valentine, kesehatan hubungan pacaran atau pernikahan menjadi sorotan.
Di Hari Valentine, kita tentu saja ingin menghabiskan waktu dengan orang-orang yang kita sayangi.
Namun, banyak dari kita yang merasa sendirian di Hari Valentine karena tidak memiliki keberanian untuk terikat dengan seseorang.
Nah, hal tersebut bisa jadi ada hubungannya dengan gangguan keterikatan yang ternyata memiliki pengaruh bagi kesehatan mental seseorang.
Gangguan keterikatan yang dimiliki seseorang dapat membuatnya kesulitan membangun hubungan baik dengan orang lain.
Namun, apa sih yang dimaksud dengan gangguan keterikatan? Yuk, simak penjelasannya yang dilansir dari Verywellmind.
Gangguan keterikatan adalah suatu kondisi mental yang menyulitkan seseorang untuk membentuk dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
Kondisi ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, namun gangguan keterikatan juga dapat berlanjut hingga dewasa.
Baca Juga: Mengenal Istilah Attachment Styles dan Berbagai Jenisnya dalam Hubungan Romantis
Sebagian besar anak-anak mampu mengembangkan keterikatan emosional yang aman dengan pengasuh.
Secara alami, anak-anak menunjukkan kecemasan yang wajar saat pengasuh mereka tidak ada.
Beberapa anak-anak bahkan mengalami gangguan kelekatan emosional karena pengasuhnya tidak memenuhi kebutuhannya.
Namun, mereka yang lahir dengan gangguan keterikatan akan kesulitan menjalin ikatan dengan pengasuhnya atau orang lain.
Kawan Puan, berikut ini gejala yang dialami oleh mereka yang memiliki gangguan keterikatan:
- Menindas atau menyakiti orang lain.
- Kedekatan dengan orang lain yang ekstrem.
- Sulit tersenyum.
Baca Juga: Bukan untuk Menutupi Kesedihan, Ini Manfaat Tersenyum pada Diri Kita
- Ledakan kemarahan yang intens.
- Kurangnya kontak mata saat berbicara.
- Kurangnya rasa takut terhadap orang asing.
- Kurangnya kasih sayang untuk orang lain.
- Perilaku oposisi.
- Kontrol impuls yang buruk.
- Perilaku menyakiti diri sendiri.
Kawan Puan, itu dia penjelasan tentang apa itu gangguan keterikatan beserta gejalanya.
Jika Kawan Puan menemukan dirimu merasakan gejala-gejala tersebut, jangan ragu untuk konsultasi ke psikolog atau psikiater.
Baca Juga: Sering Tak Disadari, Psikolog Ungkap Gejala Overthinking di Usia 20-an
(*)