Parapuan.co - Sejak vonis pengadilan diberikan pada Putri Candrawathi pada Senin (13/2/2023) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, publik bertanya-tanya akan seperti apa hidupnya sebagai perempuan di penjara.
Satu yang bisa memberi gambaran tersebut adalah Baiq Nuril Maknun, seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang akhirnya bisa mengirup udara bebas pada 2019 lalu setelah perjuangan panjang menuntut keadilan.
Baiq Nuril terjerat dalam kasus tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) UU ITE setelah menyimpan rekaman suara dugaan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolah tempatnya bekerja.
Selama beberapa bulan, Baiq Nuril harus berada di dalam tahanan dan menjalani hukuman yang dinilai masyarakat pada saat itu tidak adil.
Di luar rumah tahanan, berbagai gerakan menuntut keadilan bagi perempuan tersebut terus berjalan dan berlipat ganda, hingga menggerakan hati Presiden Joko Widodo.
Pengalaman berada di dalam penjara perempuan pun Nuril bagikan saat diwawancarai oleh PARAPUAN secara daring, Jumat (17/2/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Baiq Nuril memberikan gambaran penjara perempuan di Indonesia lewat pengalamannya menjadi tahanan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Mataram.
"Saya datang ke Lapas itu dalam kondisi, ibarat kata, kaki ini sudah tidak menyentuh tanah, saya tidak percaya. Pikiran saya mau mati saja," ungkap Nuril, membuka cerita panjangnya soal penjara perempuan.
Berbekal pesan keluarga yang pernah bekerja di Lapas Mataram, Baiq Nuril mendapatkan perlakuan menusiawi, baik dari sipir maupun napi di penjara.
Walau begitu, kehidupan di penjara perempuan tetap terasa keras dan penuh dengan politik.