Baca Juga: Lapas Perempuan Semarang Gelar Fashion Show, Padukan Harajuku dan Batik
"Makanan kita dikasih tiga kali sehari, jam setengah sembilan pagi, jam 12 siang, lalu jam enam sore," ungkap Nuril.
"Menunya itu, saya tidak habis pikir pada saat itu Rp15.000 beli di luar menunya enak, di sini hanya telur satu butir dan sayur sedikit," lanjutnya.
Nuril menggambarkan makanan di penjara perempuan sangat tidak layak dan tidak bisa dinikmati.
Makanan pokok nasi yang diberikan pun terasa keras dan berwarna kehitaman.
Belum selesai sampai di situ, fasilitas lain yang cukup memprihatikan dari penjara perempuan ini adalah kamar mandi.
"Kamar mandi ada dua, makanya banyak yang mandi bertiga, tapi kalau saya sih risih ya," kata Nuril.
"Jadi saya bangun lebih pagi supaya bisa mandi duluan," lanjutnya.
Kesehatan dan kebersihan diri dari para napi yang berada di lapas tersebut masih diabaikan dan menjadi tanggung jawab masing-masing.
Dengan fasilitas terbatas itu, apakah narapidana akan mendapatkan efek jera dari perbuatannya? Bagi Nuril, tidak selalu.
Nuril mengatakan bahwa perubahan-perubahan baik atau efek jera berangkat dari diri para napi sendiri.
Berdasarkan cerita Baiq Nuril, penjara perempuan tidak memberikan ruang untuk tahanannya merefleksikan diri, mengembangkan hal positif lain, atau hidup selayaknya manusia.
Baiq Nuril pun bersyurkur karena kini ia bisa kembali "hidup" dengan bebas bersama keluarganya yang sempat ditinggalkan dalam waktu yang cukup lama.
Baca Juga: Menengok Hukum Aborsi di Indonesia, Sudahkah Menyejahterakan Perempuan?
(*)