Adapun motif yang dibuatnya terlihat unik dibandingkan pola batik tradisional. Mulai dari gambar bunga-bungaan, hewan seperti paus dan kura-kura, matahari dan bulan hingga pola-pola abstrak yang unik tapi tetap cantik.
Walau motif batik didesain sendiri oleh Cathlea, namun proses membatiknya tetap dilakukan di Indonesia. Adapun Halo Bali membuat proses motif batik capnya yang dilakukan di Solo dan Bali.
"Jadi untuk kain kita itu semua buatan orang Indonesia. Proses batiknya kita pakai cap, jadi memang semua prosesnya tradisional," papar Cathlea.
Ada alasan tersendiri mengapa Cathlea tetap mempertahankan proses tradisional dengan metode cap, alih-alih printing yang kini banyak dilakukan oleh para pelaku usaha fashion. Ia percaya bahwa batik itu adalah seni yang harus dipertahankan, sehingga metode pembuatannya pun harus tetap dibudayakan.
Sejak menggunakan motif batik yang lebih modern yang didesain sendiri oleh Cathlea, mulai banyak anak muda yang tertarik datang ke toko Halo Bali di Busan.
Hal lain yang juga membuat generasi muda tertarik adalah karena orang Korea punya ketertarikan terhadap filosofi dan cerita di balik tiap motif batik yang terlihat unik. Tak jarang ia kerap menerima berbagai pertanyaan dari para pembelinya yang mayoritas orang Korea tentang bagaimana cara membuat batik.
"Kita tuh selalu punya stand khusus untuk jelasin batik. Jadi aku tunjukin kain yang masih belum diwarna, jadi masih wax doang. Dari situ aku jelasin prosesnya satu per satu," ujar Cathlea.
Dalam unggahan di Instagram Halo Bali @halobali.kr, Cathlea juga kerap menyisipkan informasi dan fakta tentang batik guna memberikan pemahaman tentang budaya khas Indonesia ini.
Baca Juga: 4 Rekomendasi Obi Belt Batik yang Cocok untuk Outfit ke Kantor
Bahkan, karena minat yang cukup baik terhadap proses batik, Cathlea juga menjual canting dan wax untuk batik di Halo Bali. Menurutnya, paket ini biasa dibeli oleh orang Korea yang penasaran ingin mencoba proses membatik langsung.
Jika awalnya Halo Bali hanya menawarkan produk fashion item dan dekorasi interior dengan motif batik, Cathlea pun memutuskan untuk menghadirkan opsi yang lebih variatif tapi tetap membawa budaya Indonesia yaitu dengan menghadirkan kain tenun troso yang diambilnya dari kota Jepara.
Lebih dari itu, alasan lain Halo Bali menghadirkan kain tenun dalam koleksinya adalah karena Korea memiliki musim dingin, sehingga membutuhkan kain yang lebih tebal.
"Jadi senangnya, kita bukan kayak cuman jualan aja. Tapi juga ikut bantu melestarikan budaya-budaya Indonesia di sini," ujar Cathlea bangga.
View this post on Instagram
Mimpi Masa Depan
Tak hanya berhenti pada membangun Halo Bali di Busan, Korea Selatan, Cathlea mengaku ingin mengembangkan bisnisnya sebagai brand batik internasional.
"Jadi enggak cuma ada di Korea. Aku inginnya itu (Halo Bali) bisa kita jual juga ke negara-negara lain," harapnya.
Memang saat ini Halo Bali sudah mulai mendapatkan pembeli dari Jepang.
Namun Cathlea berharap bisnisnya tersebut bisa menembus ke pasar yang lebih besar, misalnya seperti Amerika Serikat.
Bukannya tanpa sebab ia bermimpi demikian, karena salah satu mimpinya adalah bisa membuat warga dunia lebih menghargai batik.
(*)
Baca Juga: Angkat Kain Tenun NTT, Karya Temma Prasetio akan Berlenggang di Dubai Fashion Week 2023