Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
ChatGPT memiliki kemampuan untuk dapat merespon pembicaraan nyaris seperti ketika kita berbicara dengan manusia.
Bahkan chatbot ini dapat melakukan tugas yang membutuhkan kecerdasan tinggi, seperti menulis sebuah cerita novel dan membuat sebuah kode pemrograman komputer.
Tak heran jika kemampuan ChatGPT dan AI ke depannya malah ditakutkan akan mengganti kerja manusia, terutama dalam hal berpikir dan membuat keputusan.
Padahal kecemasan ini tak sepenuhnya berdasar, sebab eksistensi AI sudah pasti menjadi sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindarkan dalam kehidupan di masa yang serba terdigitalisasi dan terangkum dalam sebuah big data algoritma komputer.
Jikapun AI dianggap sebagai suatu sistem yang riskan, seharusnya ini menjadi pengingat dan waktu bagi manusia untuk mengevaluasi kecerdasan dan kebijaksanaannya.
Sebelum ChatGPT mengejutkan dunia dengan kemampuannya, manusia telah lebih dulu ‘takluk’ terhadap ‘keputusan-keputusan’ yang diciptakan oleh algoritma media sosial.
Algoritma yang membentuk kehidupan dan identitas pengguna internet demi pengakuan eksistensi lewat jumlah likes dan penambahan followers/subscribers.
AI, dan khususnya ChatGPT, telah lebih dulu memberikan peringatan bahwa ia hanya merupakan sistem pemodelan bahasa yang tidak memiliki pikiran, kehendak bebas, bahkan perasaan.
Maka ChatGPT sepatutnya dijadikan seperti semacam co-pilot yang membantu mempermudah pekerjaan manusia, namun tak akan pernah bisa menggantikan peran manusia.
Baca Juga: Mengenal Profesi Artificial Intelligence Specialist yang Menjanjikan