Parapuan.co - Speech delay jadi kondisi yang tengah dibicarakan oleh netizen media sosial hingga viral di TikTok.
Speech delay atau keterlambatan bicara yang viral di TikTok merujuk pada proses terlambatnya bicara dan berbahasa yang tak sesuai dengan usia perkembangan anak.
Salah satu video viral di TikTok dari akun @calahada menunjukkan seorang anak mengalami speech delay dan pastinya sulit berbicara.
@calahada Speech delay bikin susah komunikasi, takutnya anak malah jadi frustasi karena ga bisa ngasih apa yang dia pengen. #speechdelay #sensoryprocessingdisorder ♬ suara asli - TAUFIQ AKMAL
"Speech delay bikin susah komunikasi, takutnya anak malah jadi frustasi karena ga bisa ngasih apa yang dia pengen," tulis @calahada.
Lantas, apa yang perlu dilakukan orang tua jika anak mengalami speech delay?
Dilansir dari Kompas.com, sayangnya masih banyak orang tua yang menganggap speech delay sebagai kondisi normal.
Padahal jika speech delay dibiarkan dan tidak ditangani, maka bisa menjadi gangguan serius pada anak.
Psikiater anak dr. Anggia Hapsari, SpKJ menyatakan kurangnya pemahaman dan perhatian serius sehingga kondisi speech delay pada anak bisa mengganggu proses tumbuh kembangnya di tahap-tahap selanjutnya.
"Mereka (orang tua) beranggapan bahwa, 'Oh nanti anak muncul bicaranya belakangan, nanti dia geraknya dulu, loncatnya dulu. Ini mah hal biasa kok.' Tapi ternyata sebagai dokter, tolak ukur perkembangan bicara dan berbahasa itu adalah sebagai tolak ukur perkembangan kognitif anak yang nantinya akan berpengaruh juga pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya," papar dr. Anggia.
Baca Juga: Orang Tua Perlu Tahu, Begini Cara Mencegah agar Anak Tidak Terlambat Bicara
Deteksi Dini Speech Delay
Penting bagi orang tua memantau perkembangan anak secara dini dan berkelanjutan untuk mendeteksi adanya keterlambatan bicara dan speech delay.
"Deteksi yang lebih dini dapat membantu perkembangan anak untuk mengejar ketertinggalan dalam hal kemampuan berbicara. Jika sudah mendapat deteksi dini, maka segera mungkin lakukan stimulasi yang berkelanjutan agar bisa mengejar tahap perkembangan yang selanjutnya," kata dr. Anggia.
Menurut dr. Anggia, speech delay bisa jadi gejala awal adanya gangguan seperti autism, ADHD, disabilitas intelektual, hingga gangguan berbahasa ekspresif dan reseptif.
Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk melakukan stimulasi sedini mungkin dengan mulai bicara kepada anak memakai bahasa sederhana, jelas, dan sering.
"Ambil banyak kesempatan untuk berbicara, mendengarkan, dan merespons anak. Bacakan buku bergambar untuk anak. Hindari penggunaan gadget sejak dini," ujarnya.
Disayangkan lagi, orang tua sering kali terlambat menyadari speech delay pada anak itu setelah anak berumur 3 tahun.
"Satu atau dua tahun nggak bisa bicara, orang tua baru sadar. Menurut saya umur 2 tahun baru sadar lambat bicara itupun sudah agak jauh ketinggalannya. Dan ini memang karena ada proses yang lambat. Mulai 6 bulan lambat, 9 bulan lambat tapi karena mayoritas masyarakat terutama ibu-ibu dan orang tua tidak paham, makanya mereka menunggu saja," jelasnya.
Baca Juga: Kenali Ini Faktor Risiko, Tanda, hingga Dampak Speech Delay pada Anak
"Jadi sebaiknya memang mendeteksi sedini mungkin pada saat usia 12-13 bulan. Harusnya pada 12-13 bulan anak setidaknya mengucapkan tambahan satu sampai dua kata selain ma-ma atau da-da," lanjutnya.
Langkah yang perlu dilakukan untuk deteksi dini yakni:
- Menggunakan sistem assessment tumbuh kembang anak.
- Mengikuti kelas yang dirancang khusus stimulasi perkembangan anak di playground yang sudah bekerja sama dengan profesional child mental health baik psikiater maupun psikolog anak.
"Selain menghindari gadget dan televisi, ajak anak bermain sesering mungkin (dalam rumah)," saran dr. Anggia.
Ia menegaskan bermainnya pun bukan hanya memberikan mainan banyak, tapi juga harus ada interaksi dua arah antara anak dan orang tua.
Dokter Anggia juga menyayangkan dengan orang tua yang mau gampang dan tak bersedia repot sehingga memberikan si Kecil gadget.
"Harusnya tidak seperti itu. Yang benar adalah harus terjadi interaksi dua arah antara orang tua dengan anak," pungkas dr. Anggia.
Dengan interaksi dua arah yang semakin banyak, orang tua akan membantu anak berkembang baik dari kosakatanya, dan kemampuan emosionalnya.
Baca Juga: 6 Cara Agar Anak Tidak Main Ponsel Terus, Salah Satunya Beri Contoh
(*)