Parapuan.co - Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang ditandai dengan peradangan jangka panjang, menyebabkan terjadinya obstruksi aliran udara di paru.
Penyebab PPOK sendiri antara lain disebabkan oleh paparan jangka panjang zat-zat berbahaya seperti asap rokok dan polusi udara.
Mengejutkannya lagi, berdasarkan data dari Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK PDPI Edisi 2016 menyebutkan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia mencapai 5.6 persen atau sekitar 8,5 juta jiwa.
Kondisi PPOK ini menyebabkan keluhan seperti sesak napas, batuk kronik, produksi dahak berlebihan, hingga kelelahan yang menurunkan ambang aktivitas fisik.
Meski begitu, menurut Prof. Paul Jones, MD, Ph.D., salah satu ahli kesehatan paru dunia dari Universitas London St. George, Inggris menyatakan bahwa ada dua efek utama dari PPOK.
Dalam acara media briefing "Kenali PPOK, Lindungi Parumu" di Hotel Raffles Jakarta pada Senin (29/05/2023) Prof. Paul Jones pun menjabarkan efek utama dari PPOK yakni:
Mudah Lelah
"Karena gangguan pernapasan tersebut, pasien PPOK jadi mudah lelah dan akhirnya dia mengalami keterbatasan aktivitas bila dibandingkan dengan orang normal," ujar Prof. Paul Jones.
Menurutnya, bahkan untuk melakukan aktivitas yang mudah seperti mengganti pakaian, mandi, maupun mencuci itu terasa begitu berat bagi pasien PPOK.
"Dan itu akhirnya menimbulkan kecemasan dan depresi pada pasien PPOK yang bisa memperburuk depresi dan emosional pada pasien PPOK," lanjutnya.
Baca Juga: Mengenal PPOK, Kombinasi Penyakit Pernapasan Bronkitis dan Emfisema
Eksaserbasi
"Pasien PPOK juga akan mempu mengalami eksaserbasi. Di mana eksaserbasi ini sering disalah artikan atau disamakan dengan infeksi paru-paru," papar Prof. Paul Jones.
Eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan yang akut.
"Jadi untuk menggambarkan eksaserbasi itu seperti apa itu bisa digambarkan eksaserbasi yang sedang itu bisa sampai harus membawa pasien tersebut untuk rawat inap di rumah sakit," terangnya.
Prof. Paul Jones menyatakan bahwa pasien yang mengalami eksaserbasi akan merasa sesak hingga 1-2 minggu.
Tak hanya itu saja, bahkan pasien harus dirawat dan dia tidak bisa keluar dari rumah dan tidak bisa melakukan aktivitas.
"Selain itu eksaserbasi juga meningkatkan risiko serangan jantung dan juga pasien PPOK pada umumnya akan mengalami eksaserbasi 1-2 kali per tahunnya," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Perwakilan Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Triya Damayanti, Sp.P(K), Ph.D menyatakan pentingnya deteksi dini sebelum PPOK semakin buruk.
"Perburukan PPOK umumnya berkembang secara bertahap dan sering kali tidak terdiagnosis atau tertangani dengan optimal," tegas dr. Triya.
"Untuk mencegah perburukan dan eksaserbasi, serta mencapai hasil pengobatan PPOK sesuai yang diharapkan, diperlukan kesadaran bersama untuk memahami sifat dan perjalanan PPOK, juga untuk mengawali pengobatan PPOK yang tepat lebih dini," pungkasnya.
Baca Juga: Hari Penyakit Paru Obstruktif Kronik Sedunia, Ini 5 Cara Menjaga Kesehatan Paru-Paru
(*)