Parapuan.co - Gedung Joglo Bukit Indah Doda, Kabupaten Sigi, dipadati oleh 30 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada Jumat (23/6/2023).
Para pelaku UMKM tersebut adalah peserta dari agenda Business and Partnership Matching Usaha Lestari yang merupakan bagian dari rangkaian acara Festival Lestari 5. Adapun festival tersebut diinisasi oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).
Sebagai informasi, Business and Partnership Matching Usaha Lestari digelar untuk mempertemukan pelaku UMKM yang memiliki produk berbasis alam dengan calon mitra buyer dan investor.
Pertemuan kemitraan itu diikuti oleh 30 pelaku UMKM berbasis alam yang berasal dari sembilan anggota Kabupaten Lestari yang tergabung dalam LTKL. Para pelaku UMKM itu telah melalui proses kurasi yang ketat dari sekitar 3.000 pelaku UMKM yang melakukan registrasi.
Momentum pertemuan kemitraan yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia itu tidak hanya menjadi peta jalan kepada pelaku UMKM untuk meng-upgrade kompetensi diri, tetapi juga sekaligus menjadi wahana untuk mempromosikan produk.
Hal itu diakui oleh Anas, salah satu pelaku UMKM yang menjual produk kerajinan anyaman berbahan tiko—rumput liar yang tumbuh di sekitar rawa.
Tiko yang dijual oleh Anas dianyam sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang siap pakai, mulai dari tikar, keranjang, sandal, hingga berbagai perlengkapan rumah tangga.
Anas mengatakan anyaman tiko adalah salah satu kerajinan yang menjadi identitas Desa Beka. Keterampilan menganyam tiko diwarisi turun-temurun. Namun, belakangan, kerajinan tiko tak lagi banyak digeluti oleh warga desa.
Baca Juga: Kabupaten Sigi Terima Dana Investasi 2,65 Juta Dollar AS Berkat Festival Lestari 5
Usaha Anas juga sempat terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Namun, ia tergerak untuk mengangkat kerajinan anyaman tiko kembali. Usaha yang ia jalani selama tiga tahun terakhir tersebut masih berbasis rumahan sehingga pertemuan bisnis yang diadakan oleh Festival Lestari 5 adalah hal yang baru baginya.
Namun, ia mengatakan forum pertemuan seperti itu benar-benar menjadi stimulan untuk tetap fokus pada produk yang dihasilkannya, terutama dalam kaitan penerapan prinsip-prinsip keseimbangan alam.
“Calon mitra itu tegas soal wawasan lingkungan, makanya yang ini kami jaga dalam proses produksi nantinya. Misalnya, bagaimana kami mendapatkan bahan baku dari alam,” cerita Anas.
Dari pertemuan kemitraan itu, Anas mengaku menyepakati untuk menyuplai produk sandal anyaman berbahan tiko untuk sebuah hotel berbintang di Kota Palu. Kesepakatan lainnya dibuat bersama mitra Asosiasi Usaha Perhotelan yang memintanya memasok kerajinan anyaman dalam berbagai bentuknya.
“Jumlahnya juga tidak tanggung-tanggung, 100 unit setiap pekan. Kami akan mengusahakan dapat memenuhinya dengan meningkatkan kapasitas produksi dan menambah tenaga kerja yang saat ini baru lima orang,” ujar Anas.
Yeni, salah seorang pengurus Kelompok Perempuan Banggele asal Desa Bunga, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi merasakan hal yang sama. Produk kecap rempah yang diusahakan kelompoknya mendapat tawaran kemitraan dari enam calon mitra sekaligus dari berbagai daerah.
“Ini luar biasa. Selama ini, kecap rempah yang kami produksi dari 10 orang perempuan di kelompok kami tadinya hanya terbatas pada pasar sekitar,” aku Yeni.
Dengan adanya kemitraan tersebut, Yeni sudah berencana untuk merekrut beberapa orang perempuan di desanya untuk meningkatkan produksinya.
Baca Juga: Kabupaten Sigi Raih Pendanaan Senilai 2,65 Juta Dolar AS dari Mitra Bisnis
Apalagi, menurut Yeni, peningkatan produksi tidaklah sulit karena ketersediaan bahan baku yang cukup banyak di desanya. Demikian pula dengan tenaga kerja perempuan. Banyak kaum perempuan yang dapat dengan mudah diajaknya bergabung.
“Calon mitra itu akan melihat langsung tempat produksi kami di Palolo dalam waktu dekat ini,” imbuh Yeni bersemangat.
Pelaku UMKM lainnya adalah Ruslin, penjual durian dari Desa Lemosiranindi di Kecamatan Marawola Barat, Kabupaten Sigi. Ia mengaku terkejut dengan tawaran kemitraan yang diterimanya.
Bagaimana tidak? Durian varietas lokal yang diusahakannya adalah milik adat atau kepemilikan bersama yang dikumpulkan dari hutan.
“Durian yang kami hasilkan itu tumbuh di hutan-hutan. Siapa yang memungutnya, dialah yang memilikinya. Jadi bagaimana kami memenuhi permintaan itu?,” ujarnya.
Meski begitu, Ruslin tidak kehabisan akal. Ia akan menyiasatinya dengan mengumpulkan warga di desanya untuk serempak mengumpulkan durian-durian yang jatuh dari pohon.
Ruslin juga memikirkan bagaimana membudidayakan buah durian di lereng-lereng perbukitan di desanya. Jika budidaya itu berhasil, menurutnya memenuhi permintaan tersebut tidak akan sulit.
Ada pula Gembira Pinem yang mengusahakan produk turunan kelor di Desa Sibedi, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Produknya yang sudah merambah ke Singapura dan Timur Tengah akan makin menyebar dengan kemitraan yang berhasil ia jalin dengan beberapa calon mitra pada pertemuan itu.
“Semoga saja rumah produksi yang sedang dalam pembangunan saat ini sudah bisa selesai dalam waktu dekat sehingga kami bisa lebih leluasa berproduksi,” harap Gembira.
Baca Juga: Mencicipi Kopi dan Durian Kabupaten Sigi, Cinderamata Istimewa yang Jadi Penopang Ekonomi Warga
Lahirkan jalinan kemitraan antara pengusaha dan UMKM lokal
Business and Partnership Matching Usaha Lestari juga menjadi ajang bagi para calon mitra dan investor untuk mengenal potensi lokal lebih jauh, terutama di Kabupaten Sigi.
Hal itu diakui oleh beberapa calon mitra yang hadir pada pertemuan itu. Salah satunya adalah Dzulkifli Putra Malawi, salah seorang calon mitra dari Kang Duren.
Dzulkifli mengutarakan bahwa pertemuan ini tidak semata mempertemukan penyedia dan pemakai produk. Produsen, dalam hal ini pelaku UMKM, dapat berbagi informasi sesuai kebutuhan mitra.
“Semisal durian. Sebelum kita bicara bisnisnya, kita harus sepakat dulu dengan kualitas, grade, jumlah dan sebagainya. Kalau semua prasyarat itu bisa dipenuhi, urusan bisnis atau transaksinya sudah gampang,” jelas Dzulfikri.
Bagi pelaku UMKM yang belum atau tidak memenuhi spesifikasi yang diinginkan oleh pasar, lanjutnya, pertemuan itu menjadi sarana untuk melakukan perubahan atau perbaikan-perbaikan sesuai dengan standar pasar.
Hal senada juga dikemukakan Mila, perwakilan dari grup Kopi Tuku di Jakarta. Kehadirannya di Festival Lestari ke-5 itu memang untuk menjajaki kemungkinan bermitra dengan pelaku UMKM yang bergerak di bidang budidaya kopi.
Baca Juga: Kenalan dengan Desa Wayu, Surga Bagi Pecinta Paralayang
Pertemuan kemitraan itu dinilainya sebagai langkah maju untuk mendorong peningkatan kapasitas pada pelaku UMKM, terutama yang bervisi terhadap lingkungan.
“Ada cukup banyak UMKM yang bergerak di bisnis kopi ini di Kabupaten Sigi dan dengan keistimewaannya masing-masing. Tapi harus diketahui bahwa selera pasar itu berbeda-beda. Apalagi kopi yang tidak hanya sebagai minuman, tetapi juga sebagai sebuah lifestyle,” sebut Mila.
Maka itu, lanjut Mila, perbedaan selera pasar itu dijawab dengan adanya pertemuan kemitraan ini. Ia bahkan berharap pertemuan seperti ini tidak dilakukan kali ini saja, tetapi berkesinambungan sehingga semangat gotong royong dan restoratif yang didengungkan benar-benar dapat menyentuh hingga ke tingkat tapak.
Di penghujung acara, Wakil Bupati Kabupaten Sigi Samuel Yansen Pongi pun mengumumkan capaian kesepakatan yang diperoleh dalam pertemuan itu. Gemuruh tepuk tangan menggema memenuhi ruangan.
“Hingga selesainya pertemuan kemitraan tadi, nilai kesepakatan kemitraan yang tercapai antara pelaku UMKM dengan calon mitra dan investor mencapai 2 juta dollar AS,” ujar Samuel.