Advertorial

Resmi Ditutup, Festival Lestari 5 Sorot Keunikan Tarian Raego

Fathia Yasmine - Jumat, 30 Juni 2023
Tari Raego Kulawi menutup Festival Lestari 5
Tari Raego Kulawi menutup Festival Lestari 5 DOK. National Geographic Indonesia/Joshua Marunduh

Parapuan.co - Pertunjukan tari raego menjadi penutup Festival Lestari 5 yang diadakan oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Tari raego adalah tarian kuno yang hanya dapat ditemukan di area berbukit Lindu, Desa Kulawi dan Pipikoro.

Dalam pertunjukan tari ini, sekelompok laki-laki dan perempuan berkumpul dengan pakaian adat khas Lindu. Para perempuan mengenakan rok bersusun bernama haili dan atasan berbahan satin yang mengkilap. Mereka juga memakai hiasan kepala berbahan manik-manik. Sementara para laki-laki mengenakan pakaian adat serta ikat kepala bernama siga.

Para penari raego menampilkan gerakan-gerakan yang dilakukan dalam lingkaran. Dengan menyelaraskan derap kaki dan mengucapkan kata-kata puitis dalam bahasa kuno, Uma, mereka mengungkapkan rasa terima kasih kepada Yang Maha Esa atas kekayaan alam. Yang menarik, tarian raego tidak diiringi oleh alunan musik, melainkan hanya suara nyanyian para penari yang berpadu secara harmonis.

Lingkaran yang dibentuk oleh para penari dalam tarian ini melambangkan kebersamaan dan gotong royong. Dalam roh dan filosofi raego inilah tercetus semangat Festival Lestari 5, yaitu menghargai alam dan mendorong kolaborasi untuk menjaga kelestariannya.

Baca Juga: UMKM Naik Level Lewat Business and Partnership Matching di Festival Lestari

Sepanjang Festival Lestari 5 berlangsung, tepatnya pada 22-25 Juni 2023, sejumlah kerja sama, nota kesepahaman, deklarasi bersama, upaya kemitraan, hingga sumbang aspirasi untuk mendorong pembangunan lestari di Kabupaten Sigi dan wilayah Sulawesi Tengah terjadi.

Anggota masyarakat, baik masyarakat adat, generasi tua, maupun generasi muda, Pemerintah Pusat yang diwakili Kementerian Investasi/BKPM, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Kabupaten Sigi, pelaku usaha, hingga investor dan mitra-mitra LTKL mencari solusi untuk mempercepat penerapan konsep pembangunan lestari.

Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta dalam laporannya menyebutkan, selama pelaksanaan festival, tak kurang dari 15 rangkaian acara berhasil digelar.

Acara mulai dari Forum Bisnis dan Inovasi Berbasis Alam, Telusur Komoditas, Kuliner, dan Wisata Lestari, Community Talks, Partnership dan Business Matching untuk para UMKM, Townhall Muda, hingga workshop dan diskusi-diskusi skala kecil. Adapun total peserta mencapai 700 orang.

Pada kegiatan telusur komoditas, peserta dibawa langsung ke daerah-daerah penghasil seperti kakao, kopi, asiri, dan bambu sebagai proses untuk mendapatkan inspirasi dari budaya dan alam sehingga kemitraan dapat dikonkretkan dengan pelaku budidaya.

Festival untuk semuai itu juga disebutkan melibatkan sedikitnya 150 anak dan lebih dari 500 orang dari kalangan muda, termasuk kerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama dan sejumlah komunitas masyarakat.

Ia mengatakan, terjadi sebuah upaya gotong royong yang nyata untuk mendorong pertumbuhan yang tetap tidak melupakan rahmat dari alam. Capaian kemitraan yang terjadi antara calon mitra dan investor dengan para pelaku usaha mikro, kecil, dan mengengah (UMKM) berbasis komoditas lestari bernilai 22,7 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 350 miliar.

Di antara itu ada pula komitmen investasi dan transkasi senilai 2,7 juta dollar AS atau senilai Rp 40 miliar untuk pengembangan komoditas kakao, kopi, dan minyak asiri.

Raego bermakna terima kasih pada alam dan melambangkan kerja sama.
Raego bermakna terima kasih pada alam dan melambangkan kerja sama. DOK. National Geographic Indonesia/Joshua Marunduh

Selama festival itu juga diteken enam nota kesepahaman oleh berbagai stakeholder dan empat  deklarasi komitmen untuk pengembangan investasi. Salah satu kerja sama dan komitmen terkait dengan riset dan inovasi bersama para pihak untuk memperdalam peluang ekonomi di Sulawesi Tengah, tepatnya Kecamatan Gumbasa, Kulawi Selatan dan Kecamatan Palolo.

“Ini membuktikan bahwa Festival Lestari ini tidak semata mempertemukan daerah-daerah yang memiliki visi yang sama dalam konsep pembangunan lestari, lebih dari itu menjadi ajang untuk mempromosikan produk sekaligus menarik investasi,” kata Bupati Irwan.

Karenanya ia berharap, terutama kepada para pejabat di lingkup pemerintahannya agar segera menindaklanjuti berbagai capaian-capaian dan kesepahaman yang terjadi selama festival tersebut.

“Seperti di Kecamatan Palolo untuk pengembangan komoditi vanili, agar segera dikuatkan nota kesepahamannya,” ujarnya.

Menggerakkan ekonomi rakyat

Festival Lestari 5 juga turut menggerakkan ekonomi rakyat. Angka-angka itu menurut Bupati Irwan belum termasuk uang yang beredar selama festival. Ia melaporkan, selama festival berlangsung tidak kurang dari Rp 499 juta uang yang beredar. Dari jumlah itu, sekitar Rp 106 juta beredar di sejumlah lapak UMKM yang berdiri di sekitar festival.

Baca Juga: 25 UMKM dari Kabupaten Anggota LTKL Presentasikan Produk Berbasis Alam di Festival Lestari 5 

Sekitar Rp135 juta beredar di booth yang dibuka oleh para peserta, sedangkan di pedagang kaki lima (PKL) di sekitar kawasan pusat acara festival tercatat mencapai Rp 131 juta, dan pendapatan parkir selama kegiatan mencapai Rp 76 juta.

Selama festival itu juga kata Bupati Irwan, estimasi pengunjung yang datang memeriahkannya mencapai 15.000 orang dan nilai transaksi keseluruhannya mencapai Rp435 juta.

Ia pun menyampaikan terima kasihnya atas dukungan semua pihak sehingga acara tersebut berlangsung dengan lancar dan menghasilkan hal-hal positif guna melanjutkan dan konsisten dengan visi pembangunan lestari.

(Kontributor Foto: Joshua Marunduh/ Teks: Basri Marzuki)

Penulis:
Editor: Sheila Respati
REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja