"Memang saya punya ketertarikan dalam dunia sosial. Bahkan ketika saya masih SMA sampai hari ini, saya terlibat mengajar anak-anak pemulung di Jakarta," ujar Winda dalam perbincangan lewat telepon.
Ketertarikan Winda ini membuatnya terus mencari komunitas sosial agar dirinya bisa memberikan manfaat lebih untuk sekitar.
Ia kemudian menjadi pendamping anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa (SLB).
Akhirnya Winda bertemu dengan komunitas tuli dan masuk ke sana karena rasa ingin tahunya yang besar.
"Dari situlah saya ketemu komunitas tuli pada saat Solo Car Free Night di (kawasan) Ngarsopuro (Kota Surakarta). Terus saya melihat komunitas mereka, saya tertarik untuk belajar," ujar Winda.
Winda lalu belajar bahasa isyarat agar bisa bermain dan berkomunikasi dengan para penyandang tuli di sana.
"Ya sudah akhirnya belajar , berteman dan lebih sering sama mereka, dan sekarang lebih sering sama mereka dibandingkan sama teman-teman dengar," lanjut alumni jurusan psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu.
Dari waktu ke waktu, Winda semakin serius belajar bahasa isyarat dari hanya alfabet hingga percakapan sehari-hari.
Ia juga kerap mencari teman tuli di sekitarnya untuk sekadar mengajak ngobrol hingga belajar bahasa isyarat lebih dalam lagi.
Baca Juga: Bedah Gaya Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara saat Upacara HUT ke-78 RI