Menurut penjelasa dr. Teuku Istia Muda Perdan, Sp. J. P, FIHA, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RS Pondok Indah Bintaro Jaya, seperti dikutip dari rilis yang diterima PARAPUAN, polusi udara bertanggung jawab atas 25% kematian akibat kardiovaskular.
Hal ini berarti individu yang tinggal atau beraktivitas di perkotaan berisiko lebih besar mengalami gangguan kardiovaskular.
Emisi karbon menyebabkan terjadinya percampuran udara dengan partikel amonia, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida sehingga menjadi udara yang tidak layak untuk dihirup karena berbahaya terhadap kesehatan.
Polutan mikroskopis di udara dengan ukuran PM2.5 meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung karena ketika terhirup, ukurannya yang sangat kecil mampu menembus pembuluh darah dan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah.
"Pada kondisi aterosklerosis atau adanya penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah arteri, polutan dalam tubuh dapat memicu terbentuknya zat radikal bebas yang berperan dalam proses pembentukan plak pada dinding pembuluh darah," jelas dr. Teuku Istia.
"Jika plak tersebut pecah, maka dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, dan kematian," tambahnya.
Masalah ini bukan hanya berdampak terhadap individu, tetapi juga kelompok masyarakat.
Untuk memastikan kualitas hidup yang lebih baik dan menurunkan beban ekonomi negara, tentu pencegahan penyakit jantung menjadi hal yang utama.
Diperlukan komitmen bersama antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat untuk menurunkan angka risiko penyakit kardiovaskular.
Baca Juga: Ada di Sinopsis Series Black Knight, Ini Bahaya Polusi Udara Bagi Kesehatan