Parapuan.co - Kasus kekerasan berbasis gender menjadi perkara yang harus diberantas bersama.
Di sisi lain, kasus kekerasan berbasis gender bisa dialami oleh siapapun dan di manapun, termasuk wilayah pendidikan seperti kampus.
Pada dasarnya, kampus menjadi tempat aman untuk seseorang meraih ilmunya. Namun, di balik itu semua kampus justru menjadi ruang yang rentan akan kekerasan berbasih gender.
Lebih lanjut, Komite Nasional (Komnas) Perempuan mencatat jika kasus kekerasan di perguruan tinggi tahun 2023 menunjukkan peningkatan.
Hal ini tentu jadi pertanda yang buruk karena bukannya menurun, kasus kekerasan berbasis gender justru meningkat.
Di tahun 2022, tercatat 12 laporan kasus kekerasan di kampus, sementara di tahun 2023 ada sebanyak 37 kasus kekerasan di perguruan tinggi yang sudah dilaporkan.
Dalam catatan Komite Nasional Perempuan sejak tahun 2001 hingga 2022, terdapat 3,8 juta laporan jumlah kasus kekerasan berbasis gender.
Tentunya, data tersebut membuat kita perlu menyadari bahwa kekerasan berbasis gender masih memerlukan perhatian khusus.
Terkait tingginya angka kekerasan berbasis gender, Prodi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan Workshop Literasi Anti Kekerasan Berbasis Gender pada Selasa, (24/10/2023), di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKom) UIN Jakarta.
Baca Juga: Sempat Diduga Bunuh Diri, Ibu Muda di Ciamis Ini Tewas Dibunuh Kekasih
Gun Gun Heryanto, Dekan FDIKom UIN Syarif Hidayatullah menyebutkan, tindak kekerasaan berbasis gender dapat terjadi karena tingkat literasi masyarakat terhadap keadilan gender belum terbentuk.
"Keadilan dimulai dari pikiran. Artinya, sejak dari diri sendiri, pola pikir terhadap keadilan gender sudah harus ditanamkan," ujarnya sebagaimana dalam press release yang diterima oleh PARAPUAN, Senin, (30/10/2023).
Di sisi lain menurut Abby Gina Boang Manalu, Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan, kekerasan berbasis gender (KBG) adalah jenis kekerasan yang diarahkan pada seseorang karena jenis kelamin atau gender merek.
"KBG sering kali terkait erat dengan norma sosial, budaya, dan struktur kekuasaan yang mempengaruhi hubungan gender,” tuturnya.
Ia menambahkan, kampus sebagai institusi pendidikan, punya tanggungjawab untuk merespons situasi ini.
Melalui pendidikan, aktivisme, dan pers kampus, isu KBG dan kekerasaan seksual dapat disuarakan, diperjuangkan, dan diarusutamakan sebagai isu yang serius.
Hal senada disuarakan oleh Bintan Humeira, Ketua Prodi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah.
Menurut Bintan, membangun narasi-narasi sensitif gender perlu dibangun di lingkungan kampus.
Pasalnya, literasi yang rendah menyebabkan individu rentan menjadi korban atau bahkan menjadi pelaku kekerasan tanpa mereka sadari.
"Peran dosen dan mahasiswa, khususnya para aktivis pers kampus, sangat signifikan untuk mendukung kampanye anti kekerasan," jelas Bintan Humeira.
Kawan Puan, kekerasan berbasis gender menjadi hal yang perlu diberantas bersama.
Mengingat, perempuan masih menjadi korban utama dalam kekerasan berbasis gender ini.
Jika kamu mengalami kekerasan ini segera buat laporan melalui SAPA 129 atau melalui WhatsApp di 08111129129.
Baca Juga: Industri Esports Masih Didominasi Laki-Laki, Pro Player Perempuan Kerap Alami Kekerasan
(*)