"Kemampuan teknologi baru semakin memperburuk risiko yang ada. Keamanan anak-anak tidak bisa ditawar lagi. Untuk mencegah lebih banyak anak-anak yang terkena dampak buruk, pemerintah, penyedia layanan online, badan amal, dan perusahaan harus meningkatkan upaya mereka dan bekerja sama untuk mendorong perubahan dan melindungi anak-anak,” ujar Drennan.
Kekhawatiran yang sama juga disampaikan oleh Sheema Sen Gupta, UNICEF Director of Child Protection and WeProtect Global Alliance Policy Board Member, bahwa kemajuan teknologi yang pesat membebani sistem perlindungan dan peradilan anak, yang di banyak negara sudah sangat lemah.
"Kita perlu segera fokus pada pencegahan berskala besar – hal ini mengharuskan pemerintah untuk berinvestasi dalam intervensi berbasis bukti untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual dan agar perusahaan mengadopsi prinsip-prinsip hak-hak anak ketika mengembangkan produk dan layanan digital untuk mencegah potensi bahaya,"
Mengatasi masalah kedaruratan pelecehan seksual terhadap anak secara online, tak bisa dilakukan oleh hanya satu atau dua pihak saja.
Perlu adanya peningkatan prioritas dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam upaya tanggap bencana, serta diberdayakan dan dimungkinkan melalui undang-undang yang matang.
Adapun hal yang perlu dilakukan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, penyedia layanan online, organisasi masyarakat sipil, dan pihak yang memberikan bantuan, adalah:
- Berinvestasi dalam Pendekatan Kesehatan Masyarakat
Prioritaskan pencegahan dan investasikan pada intervensi yang menyasar mereka yang pernah atau berisiko melakukan atau mengalami pelecehan.
Jika kita hanya berinvestasi dalam menanggapi masalah setelah pelecehan terjadi, maka akan lebih berdampak buruk pada anak-anak.
Baca Juga: Apa itu Child Grooming yang Viral di TikTok? Diduga Dialami oleh Dahlia Poland