Parapuan.co - Sosok dan peran perempuan sebenarnya sangat dibutuhkan dalam beragam sektor, termasuk dunia digital yang berhubungan dengan internet dan dunia maya.
Namun nyatanya, masih banyak sektor yang kekurangan sosok dan peran perempuan, sehingga sangat didominasi oleh laki-laki dan dianggap jadi dunia maskulin.
Salah satunya adalah dunia digital yang berhubungan dengan internet, komputer dan informasi, serta dunia maya, di mana sosk dan peran perempuan masih minim ditemukan.
Tentu saja minimnya sosok dan peran perempuan di dunia digital meningkatkan risiko bias gender, sehingga dunia maya dan digital dianggap jadi ruang yang kurang mewakili atau merepresentasikan perempuan.
Dunia digital bahkan dianggap jadi ruang yang kurang aman untuk perempuan karena banyak ditemukan korban kejahatan di dunia maya adalah perempuan.
Anneila Firza Kadriyanti, pengamat komunikasi politik gender, dalam salah satu tulisannya yang berjudul "Artificial Intelligence (AI) dan Masa Depan Kesetaraan Gender" pernah menyinggung hal yang sama.
Anneila menyoroti bagaimana dunia digital, dunia maya, dan internet merupakan ruang virtual yang kurang aman dan nyaman untuk perempuan karena masih didominasi oleh laki-laki.
"Ketidakramahan ruang virtual yang selama ini dialami perempuan salah satunya disebabkan karena sistem digital dibangun oleh mayoritas teknisi dan insinyur laki-laki," tulis Anneila dalam artikelnya di kolom Untuk Puan, Parapuan.co.
"Kurangnya representasi perempuan dalam STEM menjadikan perempuan kurang mendapat tempat saat membangun ekosistem digital yang pada akhirnya tidak mempertimbangkan perspektif perempuan," tambahnya.
Baca Juga: Bias Algoritma dan Peminggiran Perempuan dari Arena Teknologi
Margery Kraus, Founder dan CEO APCO Worldwide dalam wawancara eksklusif bersama PARAPUAN, Rabu, (1/11/2023) pun menyoroti betapa pentingnya sosok dan peran perempuan dalam dunia digital.
Margery Kraus menyebut bahwa dunia digital sangat dipengaruhi oleh algoritma, yang mana hal tersebut bisa menjadi representasi kepentingan maupun kebutuhan setiap orang.
"Satu hal yang saya pelajari dari area ini dan khususnya tentang hal-hal seperti AI adalah hal tersebut berdasarkan algoritma. Algoritma tersebut adalah cerminan dari bias kalian sendiri dan tentang apa yang kalian ketahui," ucapnya.
Algoritma membaca segala aktivitas yang dilakukan oleh tiap individu di dunia maya, sehingga bisa memberikan rekomendasi-rekomendasi yang tepat untuk mereka sesuai dengan aktivitas yang dilakukan.
Misalnya, jangan heran jika setelah Kawan Puan browsing tentang rekomendasi hotel ramah anak atau kendaraan yang bisa menampung banyak orang untuk keluarga, di media sosial akan ditampilkan iklan-iklan untuk produk tersebut.
Margery Kraus menyebutkan bahwa algoritma ini akan sangat bergantung pada tiap individu, termasuk perbedaan gender karena laki-laki dan perempuan pasti punya pengetahuan, kepentingan, maupun kebutuhan yang berbeda di dunia digital.
"Di mana dalam hal ini laki-laki dan perempuan mengetahui hal-hal yang berbeda dan mereka membawa atribut yang berbeda ke dunia," ucapnya.
Margery menyoroti minimnya sosok dan peran perempuan dalam dunia digital akan memengaruhi representasi kepentingan perempuan di dunia digital, di mana perkembangan maupun algoritma tidak akan mencakup kebutuhan perempuan.
"Jika kita idak melibatkan banyak perempuan, sebagian besar cara kerja hal ini akan berkembang dan sebagian besar cara kerja algoritma tidak akan akan mempertimbangkan kebutuhan perempuan," terangnya.
Baca Juga: Penindasan dan Perlawanan Perempuan di Ranah Teknologi
"Maka hal ini akan sangat didominasi oleh laki-laki," tutur Margery lebih lanjut.
Pernyataan Margery Kraus ini sama persis dengan yang disinggung oleh Anneila dalam tulisannya tentang sistem digital yang dibangun oleh mayoritas teknisi dan insinyur laki-laki.
Margery lebih lanjut menuturkan bahwa sosok dan peran perempuan di dunia digital sangat-sangat dibutuhkan untuk membuat ruang virtual tersebut memiliki perspektif perempuan dalam pengembangan maupun aspek lain.
Dunia digital bisa jadi ruang yang punya pemahaman lebih baik tentang apa yang dibutuhkan oleh perempuan, termasuk salah satunya soal keamanan, jika saja perempuan lebih banyak dilibatkan.
"Kami ingin memastikan bahwa tempat tersebut menjadi basis bagi dunia maya dan beberapa hal lainnya dari hal-hal yang dilakukan di dunia maya didasarkan pada pemahaman yang lebih baik tentang apa yang dibutuhkan perempuan," katanya.
Sebenarnya, bukan berarti dunia digital dibuat seratus persen memenuhi kebutuhan dan kepentingan perempuan, namun lebih pada membuat ruang virtual setara untuk laki-laki dan perempuan.
Setiap orang punya kepentingan dan kebutuhan yang berbeda saat berada di dunia maya, sehingga akan sangat baik jika masing-masing mendapatkan apa yang dibutuhkan.
Margery pun menyinggung soal bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga jika dunia digital hanya didominasi oleh laki-laki, perempuan tidak akan pernah mendapatkan apa yang dibutuhkan.
"Apa yang dibutuhkan oleh laki-laki, apa yang kita semua butuhkan, dan jika kita hanya membiarkan laki-laki di bidang ini, kita tidak akan pernah memilikinya. Jadi ini sangat penting untuk semua alasan itu, untuk melibatkan perempuan turut memainkan peran penting dalam dunia siber," tuturnya.
Anneila pun memiliki pandangan serupa tentang mendorong lebih banyak perempuan di dunia digital agar ruang virtual tersebut juga memiliki perspektif pada perempuan.
"Upaya yang dapat dilakukan saat ini dalam menciptakan sistem kecerdasan buatan agar bebas bias gender salah satunya adalah dengan menggalakkan minat dan kuantitas perempuan untuk tertarik terhadap STEM (science, technology, engineering, and mathematics) yang selama ini juga menjadi ‘penguasaan’ laki-laki," tulisnya.
"Representasi perempuan di bidang STEM pun adalah prioritas utama di era digital ini, sehingga segala sistem digital apapun yang nantinya akan dibuat di masa depan akan selalu memasukkan perspektif perempuan," pungkasnya.
Baca Juga: Perempuan dan Perannya Menjamin Kualitas dan Kenyamanan Jagat Digital
(*)