Parapuan.co - Kawan Puan, isu kebocoran data pemilih di website Komisi Pemilihan Umum (KPU) jadi topik yang belakangan banyak dibahas.
Dalam berita yang beredar, tercatat ada 204 juta data pemilih yang bocor akibat website KPU diretas.
Bahkan, data-data tersebut kabarnya dijual oleh pelaku peretasan dengan nama anonim "Jimbo" di internet dengan harga sekitar Rp1,2 miliar.
Data-data yang diduga bocor ini meliputi NIK, nomor Kartu Keluarga, nama lengkap, hingga alamat lengkap pemilih yang didapat dari website KPU.
Kabar kebocoran data tersebut meresahkan masyarakat yang jadi pihak paling dirugikan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan pihak KPU kini tengah memeriksa kebenaran informasi itu.
KPU sendiri bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, serta Cyber Crime Mabes Polri untuk segera membereskan masalah ini.
"Kami masih memastikan apakah informasi itu benar atau tidak. Kami bekerja sama dengan tim yang selama ini sudah ada, yaitu tim dari KPU, tim dari BSSN, kemudian dari tim Cyber Crime Mabes Polri dan juga BIN dan Kemenkominfo."
"Ini tim sedang kerja untuk memastikan kebenaran informasi," ujar Hasyim di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/11/2023) melansir Kompas.TV.
Baca Juga: Data Pemilih Diduga Bocor, Ini Bahayanya Menurut Konsultan Keamanan Digital
Salah satu kelompok masyarakat yang paling dirugikan dari bocornya data pribadi dampak dari peretasan laman KPU adalah perempuan memilih.
Perempuan bisa jadi pihak yang paling rentan terhadap kasus kebocoran data karena beberapa sebab.
Hal tersebut diungkapkan Ellen Kusuma, Konsultan Keamanan Digital yang juga menyayangkan terjadinya peretasan tersebut.
"Paling dirugikan adalah orang yang datanya bocor, mereka tidak mendapatkan perlindungan secara holistik," ujar Ellen saat diwawancarai PARAPUAN (30/11/2023).
"Apakah perempuan jadi pihak paling rentan? Tentunya iya karena data perempuan akan sangat mudah disalahgunakan untuk berbagai tujuan, terutama yang bersifat seksual atau penipuan online," terangnya lagi.
Perempuan jadi pihak yang rentan dirugikan atas kebocoran data karena digital literasi yang masih belum merata.
Sebagai contoh, pada kasus pinjaman online dan kekerasan berbasis gender online (KBGO), perempuan masih jadi pihak yang paling dirugikan.
"Kita bisa lihat banyak sekali korban pinjol yang perempuan, atau korban KBGO adalah perempuan," imbuh Ellen.
Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) menempati posisi tertinggi, mencakup 69% dari total kasus (Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2022). Di sisi lain, melansir dari kompas.id, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni Statistik Fintech Lending periode Mei 2021, terlihat jumlah ”Outstanding” Pinjaman Daring Perseorangan Berdasarkan Jenis Kelamin, berdasarkan data per 21 Mei 2022, yang paling besar adalah perempuan sebesar Rp 9,608 miliar (52,17 persen).
Baca Juga: Persiapan dan Tantangan Implementasi UU Pelindungan Data Pribadi bagi Pelaku Industri
Terkait itu, Ellen melihat saat ini perempuan masih belum punya kendali penuh atas keamanan datanya di dunia digital.
"Dan salah satu faktor yang dialami perempuan karena mereka kehilangan kendali atas data mereka sendiri," tambah Ellen.
Ellen juga menyebutkan kalau yang akan rugi atas kebocoran data ini bukan hanya masyarakat.
Menurutnya, negara juga akan mengalami kerugian apalagi menjelang Pemilu 2024 mendatang.
"Tidak hanya orang yang kehilangan data, terutama ini kasus kebocoran data KPU. Tentunya yang mengalami kerugian itu negara," kata Ellen.
Data-data pemilih yang ada di KPU bisa saja disalahgunakan oleh oknum yang memiliki modus pribadi ataupun modus lain, dan tentunya bisa merusak demokrasi Indonesia.
"Ada risiko sangat besar yang mengancam Pemilu. Kita tahu data itu sangat bisa dan mudah disalahgunakan."
"Apalagi, data yang diretas data dalam jumlah besar dengan isi yang sangat detail terkait pihak yang datanya bocor. Ancaman pada demokrasi kita," pungkas Ellen.
Baca Juga: Ketahui! 12 Bentuk Bahan Kampanye Pemilu Menurut Peraturan KPU
(*)