Akibatnya jika ada yang diimunisasi IPV lalu terinfeksi virus polio liar, maka virus tersebut bisa berkembang biak di dalam usus dan keluar melalui tinja, sehingga melanjutkan sirkulasi virus.
Kini semakin banyak negara maju dan bebas polio yang menggunakan IPV sebagai vaksin pilihan.
Sebab, risiko lumpuh polio yang terkait dengan penggunaan OPV secara rutin dianggap lebih besar dibandingkan risiko virus liar yang diimpor.
Akan tetapi, karena IPV tidak menghentikan penularan virus, OPV digunakan di mana pun terjadi wabah polio yang perlu diatasi, bahkan di negara-negara yang hanya mengandalkan IPV untuk program imunisasi rutinnya.
Usai polio diberantas, penggunaan semua OPV pun perlu dihentikan demi mencegah terjadinya kembali penularan akibat poliomielitis yang berasal dari vaksin (VDPV).
Bagaimana Imunisasi Polio di Indonesia?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), serta pemerintah Indonesia meluncurkan IPV dosis kedua (IPV2) sebagai bentuk perlindungan optimal anak-anak di Indonesia terhadap penyakit polio.
Pengenalan IPV2 ini tak hanya bertujuan untuk melengkapi rangkaian dosis imunisasi polio, tapi juga sebagai upaya memperkuat program imunisasi nasional secara menyeluruh.
Demi menanggulangi polio, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merekomendasikan anak-anak menerima empat dosis OPV dan dua dosis IPV.
Baca Juga: Tak Hanya Perempuan Dewasa, Anak Juga Butuh Vaksin HPV Demi Cegah Kanker Serviks
(*)