Peserta diajak mengasah ketrampilan fisik dan merangkai identitas budaya, memperkuat hubungan dengan warisan mereka.
2. Pagelaran Tari Bedhaya Senapaten Diradimeta di Pura Mangkunegaran
Sebagai simbol rumah dan warisan, Tari Bedhaya Senapaten Diradimeta ini dipentaskan kembali.
Tari ini melambangkan kemenangan pertempuran Rembang tahun 1756, melibatkan tujuh pejuang pria dengan trisula dan busur sebagai simbolisasi heroisme.
Kekuatan tari ini menginspirasi Rama Soeprapto sebagai kurator, berinisiasi untuk membuat ruang baru ke masa depan dengan mengajak tiga koreografer professional untuk mengembangkan ke seni tari kontemporer.
Perbedaan latar belakang tiga koreografer ini (Arco Renz, Rianto dan Danang Pamungkas) menghadirkan sebuah proses inovasi tari.
3. Perhelatan 24 Jam Menari di ISI Surakarta
Acara selanjutnya adalah perhelatan 24 jam menari di Institut Seni Indonesia Surakarta.
Dipimpin oleh Eko Supriyanto, acara ini berlangsung non-stop selama 24 jam di ISI Surakarta, melambangkan kelahiran dan energi berkelanjutan.
Para penari dan koreografer menjelajahi batas kreativitas dalam suasana modern.
Trilogi kesuburan ini diharapkan dapat menyambungkan kembali masyarakat modern dengan akar budaya mereka melalui perayaan seni tari yang mendalam dan penuh makna, mengungkapkan kekuatan tradisi dalam konteks yang kontemporer.
Baca Juga: Hari Wayang Orang Nasional, Begini Sejarah Gedung Wayang Orang Sriwedari di Solo
(*)