Parapuan.co - Mantan kontestan Miss Ecuador 2022, Landy Parraga, dikabarkan menjadi korban pembunuhan di sebuah pusat perbelanjaan di Quevedo, Ekuador pada hari Minggu, 28 April 2024.
Menurut laporan yang dipublikasikan oleh People, pembunuhan tersebut terjadi hanya beberapa menit setelah Parraga mengunggah foto makanannya ke media sosial. Diketahui Párraga mengunggah foto makanan octopus ceviche yang ia pesan di restoran kepada 173.000 pengikutnya di Instagram Stories.
Sementara itu, pembunuhan tersebut diketahui berkaitan dengan hubungan masa lalunya bersama bos kejahatan Ekuador.
Namun terlepas dari itu, kasus pembunuhan Miss Ecuador ini telah menyoroti bahayanya berbagi informasi lokasi secara real-time di media sosial.
Meskipun cara bagaimana pelaku mendapatkan lokasi korban masih dalam penyelidikan, tragedi ini menyoroti pentingnya memerhatikan keamanan online dan praktik media sosial yang bertanggung jawab, terutama bagi perempuan yang sering menjadi sasaran kejahatan.
Sebagai pengingat, berdasarkan penelitian bertajuk Cyberstalking: Prevalence, Characteristics, and Impact yang dilakukan tahun 2022, perempuan dua kali (25%) lebih mungkin mengalami pelecehan seksual secara online dibandingkan laki-laki (10%). Selain itu, perempuan tiga kali (26%) lebih mungkin dikuntit secara online dibandingkan laki-laki ( 8%).
Dan diperkirakan, 67% korban penguntitan tradisional dan cyberstalking takut dibunuh atau disakiti secara fisik, menurut data Bureau of Justice Statistics tahun 2019.
Maka dari itu, para pakar keamanan memperingatkan bahwa membagikan keberadaan kita secara real-time dapat menimbulkan konsekuensi serius, terutama bagi perempuan.
Risiko Berbagi Informasi Lokasi secara Real-Time
Baca Juga: Penyelenggaraan KUPI II Bersamaan dengan 16HAKTP, Berikut Berbagai Isu Perempuan yang Dibahas
Ada banyak risiko yang mengikuti ketika kita berbagi informasi lokasi secara real time di media sosial, yang lebih rentan dialami perempuan, seperti dilansir dari internetprivacy.com:
1. Penguntitan dan Bahaya Fisik
Berbagi lokasi real-time membuatmu rentan jadi sasaran penguntit, baik online maupun offline. Predator dapat menggunakan informasi ini untuk melacak pergerakan Kawan Puan dan berpotensi menargetkanmu untuk dilecehkan atau diserang.
Risiko ini khususnya mengkhawatirkan bagi perempuan, yang lebih mungkin menjadi korban penguntitan dan kekerasan.
2. Lebih Rentan Jadi Sasaran Kejahatan selama Traveling
Berbagi lokasi secara real-time saat bepergian menunjukkan kepada orang asing bahwa kamu tidak terbiasa dengan area tersebut dan mungkin sedang travel sendirian.
Hal ini dapat menjadikan kamu sasaran empuk pencurian, perampokan, atau bahkan hal yang lebih buruk lagi.
3. Pencurian Identitas dan Risiko Eksploitasi
Di tangan yang salah, data lokasi real-time yang digabungkan dengan informasi pribadi lainnya yang dibagikan secara online, dapat digunakan untuk pencurian identitas.
Baca Juga: Cyberstalking, Pelecehan dan Penguntitan Online yang Sering Disalahgunakan Warganet Sekarang Ini
Para penjahat pun dapat mengeksploitasi data lokasi untuk menargetkan individu yang rentan, terutama mereka yang sering membagikan rutinitas atau alamat rumah.
Normalisasi Delay Posting
Bahayanya berbagi informasi lokasi di media sosial secara real-time juga pernah dirasakan oleh Putri (nama samaran) beberapa tahun lalu. Putri pernah menjadi korban cyberstalking yang dilakukan oleh kenalannya pada tahun 2015.
Selama beberapa bulan ia dikuntit oleh laki-laki yang dikenalnya semasa kuliah tersebut.
"Jaman itu lagi populer posting-posting di medsos Path. Kalau jaman sekarang disebutnya FOMO (fear of missing out) kali yah, kita kan suka banget sharing-sharing lagi dimana gitu kan. Yah lagi di kantor lah, di cafe, lagi ke club mana, kita bebas aja posting di Path," ceritanya.
Namun rupanya, kebiasaan ini membuat pelaku bisa mengetahui lokasi tempat Putri berada. Menurut Putri, setiap kali ia mengunggah lokasi dimana tempat dia sedang berada, sang pelaku akan mengirim pesan melalui private message hingga WhatsApp.
"Biasanya kalau aku abis posting sesuatu, dia langsung DM atau kalau enggak digubris via WA. Dia bilang 'kamu di sini yah (nama lokasi)? Aku nyusul ke situ yah'. Jujur enggak nyaman banget berbulan-bulan digituin, padahal enggak digubris juga pesannya," ceritanya lagi.
Si pelaku bisa tiba-tiba berada di tempat Putri berada pasca ia mengunggah sesuatu di media sosial. Dan pelaku biasanya akan melakukan hal yang menurutnya menyebalkan.
"Bisa tuh dia (pelaku) tiba-tiba ada di kafe atau tempat mana yang aku lagi ada, trus pengen gabung di tongkrongan aku gitu loh. Trus dia maksa pengen nganterin aku pulang, ini ganggu banget," keluh Putri yang mengaku merasa tidak aman ketika pelaku melakukan hal tersebut.
Baca Juga: Cyberstalking Semakin Meresahkan, Ini 5 Langkah Perlindungan Media Sosial agar Lebih Aman
Bahkan, selama masa penguntitan itu terjadi, sang pelaku kerap mengaku kepada teman-teman Putri bahwa ia adalah tunangannya.
Teman-teman Putri yang tidak tahu kebenarannya pun menganggap pelaku sebagai orang yang baik dan hanya berusaha 'menjaga'-nya ketika sedang berada di luar. Padahal Putri justru merasa tidak aman berada di sekitar sang pelaku tiap kali bertemu di lokasi tempatnya berada.
Awalnya Putri tidak menyadari bahayanya berbagi informasi lokasi secara real time di media sosial, yang ternyata turut berpengaruh pada kasus penguntitan yang dialaminya. Namun kala itu, karena tren di lingkungannya menerapkan kebiasaan tersebut, membuatnya turut mengikuti arus.
Tapi penguntitan yang dialaminya beberapa kali tersebut membuatnya merasa tak aman hingga sempat takut untuk keluar rumah.
Dari kasusnya tersebut Putri akhirnya belajar bahwa kendatipun jiwa FOMO-nya ingin segera mengunggah sesuatu secara real time di media sosial, namun insting dari pengalaman tidak menyenangkannya tersebut mengatakan 'tidak'.
"Duh kapok deh sharing-sharing real time gitu. Bukan berarti kita enggak boleh posting tempat yang kita suka ke medsos yah, tapi lebih ke posting-nya entar aja, kalau kita udah keluar dari tempat itu. Dunia enggak akan runtuh kalau kita enggak posting saat itu juga kok," sarannya.
Berdasarkan pengalamannya itu juga Putri mulai membiasakan diri untuk mengunggah sesuatu ke media sosial beberapa jam setelah ia berada di lokasi tersebut atau bahkan ketika ia sudah aman berada di rumah.
"Seharusnya kita normalisasi posting entar-entaran gitu loh. Enggak mesti saat itu kita lagi di situ, saat itu juga kita harus langsung posting. Bahayanya enggak sebanding sama jumlah views dan likes yang kita dapetin," ujarnya menambahkan.
Baca Juga: Viral di TikTok Man VS Bear, Kenapa Perempuan Memilih Beruang daripada Laki-Laki?
Dari kasus yang dialami Miss Ecuador hingga pengalaman buruk yang terjadi pada Putri seharusnya bisa membuat kita lebih waspada setiap saat.
Pengguna media sosial, khususnya perempuan, perlu menyadari potensi konsekuensi dari berbagi informasi berlebihan secara online.
Penting untuk lebih bijaksana dalam menggunakan media sosial dan mempertimbangkan apakah perlu membagikan lokasi Kawan Puan dengan orang asing secara real-time di media sosial.
Termasuk mengambil langkah-langkah yang bisa melindungi diri kita sendiri secara online dan menciptakan lingkungan media sosial yang lebih aman bagi semua orang.
(*)