Parapuan.co - Elaine Kim datang ke Indonesia membawa mimpi memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak usia dini. Sebagai perempuan yang mempunyai deretan profesi bergengsi, yaitu dokter, pengusaha, dan pendidik, Elaine kini sedang fokus pada upayanya mendidik anak-anak dengan teknologi terkini.
“Saya juga seorang ibu. Jadi, saya sangat percaya pada musim-musim kehidupan yang berbeda. Saat ini saya sedang berada di passion dan fokus saya, yaitu sebagai salah satu pendiri dan CEO TreHaus,” kata Elaine kepada Parapuan saat launching Trehaus di Jakarta.
Trehaus adalah sebuah perusahaan pendidikan anak usia dini yang didukung oleh Little Lab, sebuah platform pendidikan yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI) yang dibangun oleh Trehaus untuk memberikan akses pendidikan awal berkualitas tinggi kepada jutaan anak di seluruh dunia, termasuk negara-negara berkembang dan komunitas kurang mampu.
Membawa Trehaus dari Singapura ke Jakarta bukan hanya membutuhkan misi seorang pendidik tapi juga visi seorang pemimpin. Pengalaman Elaine sebelum memimpin Trehaus adalah sebagai CEO di CRIB, yaitu sebuah perusahaan sosial yang ia dirikan untuk memberdayakan perempuan dan membekalinya banyak kemampuan untuk menjalani seluk beluk kepemimpinan dalam berbisnis.
Berbicara empat mata dengan Elaine juga menunjukkan sisi humanis dirinya. Sempat terhenti sejenak saat berbicara mengenai pengalamannya di dunia palliative care, matanya berkaca-kaca saat mengatakan apa yang dilakukannya di palliative care. “Bukan hanya menambah hari pada hidup orang, tapi menambah hidup pada hari-hari mereka. Itu sangat berarti bagi saya. Dan saya masih tertarik pada hal itu.”
Berikut wawancara eksklusif PARAPUAN dengan Dr. Elaine Kim di sekolah Trehaus, Senayan Jakarta (27/6).
Bagaimana melihat diri Anda sebagai dokter, pendidik, atau pengusaha?
Saat ini kita sedang berada pada satu masa di mana kita tidak hanya didefinisikan oleh satu profesi. Jadi saya adalah ketiganya, dokter, pendidik, atau pengusaha.
Ada dua sisi dari TreHaus. Pertama TreHaus adalah perusahaan yang mengubah pendidikan usia dini, dan kami melakukan ini melalui sekolah fisik yang kami dirikan, termasuk di Jakarta, Singapura, dan kota-kota lain yang akan kami buka. Namun kami juga berupaya menjembatani kesenjangan dalam pendidikan usia dini dengan memberikan pendidikan kepada anak-anak yang benar-benar membutuhkannya, bahkan di negara-negara berkembang dan masyarakat kurang mampu, bahkan di sekolah-sekolah kecil.
Baca Juga: 5 Langkah Buka Daycare Rumahan, Ide Usaha Sampingan untuk Ibu Rumah Tangga
Kami memiliki platform teknologi pendidikan yang menggunakan Al untuk menjadikan pembelajaran bersifat individual, untuk memberdayakan guru agar dapat melakukan individualisasi pembelajaran untuk anak-anak.
Dan kami juga memberikan pelatihan guru sehingga kami dapat mengatasi kesenjangan besar karena kurangnya pendidik di bidang anak usia dini. Sebab, sangat penting bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan sejak usia dini.
Sebenarnya, pada saat anak berusia 6 atau 7 tahun, sudah terdapat kesenjangan yang sangat besar antara mereka yang mempunyai akses terhadap pendidikan usia dini dan mereka yang tidak. Kalau kita memang ingin menyelesaikannya, kita bisa memberikan pendidikan terbaik kepada mereka, bahkan sejak usia paling dini. Sehingga kesenjangan itu tidak pernah terbentuk.
Menurut saya ini mungkin warisan terbesar yang dapat saya tinggalkan di dunia ini. Dan bagi saya, melakukan hal ini membuat saya senang dan gembira dalam mengerahkan seluruh upaya dan energi saya.
Sebelum Trehaus, Anda aktif terlibat dalam banyak kegiatan sosial. Apa yang membuat Anda tertarik melakukan kegiatan tersebut?
Jadi saya sebenarnya dibesarkan untuk memberikan dampak melalui apa pun yang saya lakukan sehingga membuat dunia lebih baik bagi orang lain.
Ketika saya memulai bisnis sendiri, saya baru menyadari bahwa banyak sekali tantangan yang dihadapi perempuan, terutama mencari pendanaan. Seperti yang mungkin Anda ketahui, kurang dari 2% pendanaan modal ventura diberikan kepada perempuan berbisnis startup dan masih banyak lagi bias gender yang ada membuat perempuan sulit mencapai yang mereka inginkan dalam dunia kewirausahaan. Padahal penelitian menunjukkan bahwa bisnis yang dipimpin oleh perempuan sebenarnya memiliki kinerja yang lebih baik, baik dari segi finansial maupun dampaknya.
Jadi saya benar-benar melihat kesenjangan yang sangat besar itu. Dan itulah sebabnya saya mendirikan CRIB, yang merupakan organisasi nirlaba bagi pengusaha perempuan, untuk mencoba menjembatani kesenjangan tersebut dan memberdayakan perempuan untuk benar-benar meningkatkan dan mencapai impian bisnis mereka melalui jaringan, melalui bimbingan, melalui pencocokan co-founder.
Baca Juga: 8 Tanda Anak Cerdas yang Bisa Dideteksi Sejak Usia Dini, Apa Saja?
Kami memiliki jaringan yang berinvestasi pada perempuan. Dan kami juga memiliki sebuah inkubator tempat kami memberikan keterampilan dan pelatihan.
Apa titik terendah dalam kehidupan profesional Anda dan bagaimana mengatasinya?
Sejujurnya, berwirausaha itu sangat sulit. Selalu ada begitu banyak pasang surut, sehingga saya harus terus berjuang. Saat kami membuka sekolah pertama kami di Singapura, kami membukanya empat bulan sebelum pandemi. Jadi kami buka di bulan November dan kami sudah memiliki daftar tunggu untuk sekolah dan ruang kerja bersama kami juga terjual habis.
Lalu pandemi terjadi.
Dan menurut saya, what can't kill you makes you stronger. Memang kami lebih terkena dampaknya dibandingkan bisnis lainnya karena kami adalah tempat penitipan anak sehingga tidak ada seorang pun yang menyekolahkan anak mereka.
Kami tidak diizinkan untuk buka. Kami memiliki co-working space yang tidak boleh dimasuki karena orang-orang harus bekerja dari rumah.
Kami sudah dipesan penuh hingga akhir tahun 2020, dan kami kehilangan semuanya dalam semalam. Itu adalah saat yang sangat sulit untuk menyiapkan usaha andalan kami.
Tapi jika kami melihat ke belakang, kami tumbuh hampir 100% dari tahun ke tahun bahkan selama pandemi. Dan hari ini, di sini kami buka di Jakarta. Memang sangat sulit, tapi hal ini benar-benar membuat kami optimis.
Dan yang lebih penting, hal ini menyadarkan saya, saya pikir selama masa-masa sulit ini, saya juga melihat siapa bintang di tim saya.
Dan sungguh, tim saya sangat bersinar. Mereka menelepon saya dan berkata, “Saya tahu ini sulit bagi perusahaan. Haruskah saya cuti dan tidak mendapat cuti berbayar? Haruskah saya menerima pemotongan gaji? Beri tahu saya apa yang harus saya lakukan. Saya siap membantu perusahaan.”
Dan ketika saya melaluinya, saya benar-benar mengenali mereka. Dan itulah yang membuat sebuah bisnis berhasil. Itu berkat orang-orang di dalam tim.
Apakah Anda juga terjun dalam palliative care. Kenapa?
Oh my gosh... Saya menjadi dokter dalam palliative care selama lebih dari 10 tahun. Dan alasannya adalah karena saya percaya pada values bahwa saya ada untuk membuat perbedaan yang positif dalam hidup orang.
Semua dokter memang seperti itu. Tapi palliative care adalah tempat untuk menunjukkan dukungan pada pasien dan keluarganya dalam hari-hari akhir kehidupannya. Dan hal itu membuat saya mempunyai perspektif berbeda tentang apa yang penting dalam hidup.
Suatu berkat bagi saya untuk menolong mereka. Bukan hanya menolong mereka menahan sakit, bukan hanya menolong mereka dalam keadaan sulit, tapi memenuhi permintaan terakhir mereka, dan melakukan rekonsiliasi.
Yang lebih banyak saya lakukan adalah dukungan psikososial, lebih daripada menolong mengatasi rasa sakit.
Baca Juga: Ini 4 Manfaat Bermain Bagi Perkembangan Anak Usia Dini
Seperti apa Anda dalam 5 tahun ke depan?
Kalau saya ditanya itu lima tahun lalu, apakah hari ini saya akan ada di sini, memimpin 2 sekolah dan akan lebih lagi di berbagai kota, punya perusahaan teknologi, dan sebagai founder perusahaan teknologi, dengan pilot project edukasi kepada ribuan anak di seluruh dunia ... Saya tak pernah memimpikan ini.
Saya tak tahu hidup akan membawa saya ke mana. Tapi saya tahu saya akan dibawa oleh misi yang sama, keinginan yang sama untuk membuat dampak positif di dunia dengan cara apapun yang diperlukan, selama itu bisa membuat perubahan penting dalam hal positif kepada banyak orang. Dan begitulah asal mula CRIB.
Tapi kemudian, saya punya anak lagi dan itu menjadi masalah. Saya tidak ingin harus memilih antara karier dan keluarga saya.
Saya ingin menciptakan ruang di mana saya bisa menjadi bagian dari pendidikan anak-anak saya, tapi hanya berjarak beberapa langkah dari mereka karena saya juga mengejar karir saya. Dan saya berpikir mengapa tidak ada orang yang melakukan ini sebelumnya?
Maka hal yang sama diterapkan di Trehaus yang berangkat dari masalah yang saya lihat ketika saya menjadi orang tua dari anak-anak saya sendiri.
Dunia pendidikan sedang berubah dan anak-anak kita tidak siap. Dan saya ingin membereskannya sehingga itulah asal muasal lahirnya Trehaus, mengapa sekolah ini lahir, dan bagaimana platform teknologi pendidikan dihadirkan untuk benar-benar memecahkan dan menjembatani kesenjangan tersebut dan benar-benar menghadirkannya kepada anak-anak di seluruh dunia.
Dan seperti yang saya katakan, saya benar-benar percaya bahwa ini mungkin salah satu hal terpenting yang dapat saya lakukan dalam hidup saya, karena kita membesarkan generasi berikutnya agar siap menghadapi dunia dan menjadikan dunia tempat yang lebih baik. Menghasilkan generasi pembuat perubahan berikutnya.
(*)
Baca Juga: Ditunjuk Jadi Jubir Presidensi G20 Indonesia, Inilah Perjalanan Karier Maudy Ayunda