Parapuan.co - Nampaknya orang Indonesia meyakini bahwa harta yang paling berharga adalah keluarga.
Namun sesungguhnya, dan semestinya, keluarga yang dimaksud bukanlah secara fisik wujud kehadiran manusia-manusia sebagai makkhluk sosial, melainkan values atau nilai-nilai di dalam keluarga.
Nilai-nilai keluarga adalah prinsip dan keyakinan yang dianut dan diwariskan oleh anggota keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Nilai-nilai ini membentuk dasar perilaku, keputusan, dan interaksi dalam keluarga serta dengan masyarakat.
Baru-baru ini Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) mempresentasikan hasil penelitian terbaru mengenai perubahan sikap dan perilaku keluarga di wilayah ASEAN pada acara HILL ASEAN FORUM 2024.
Penelitian ini dilakukan secara menyeluruh melalui survei kuantitatif dan kualitatif yang mencakup enam negara ASEAN, yaitu Thailand, Indonesia, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Singapura.
Penelitian kuantitatif melibatkan 4.900 responden pria dan wanita berusia 20-49 tahun dari berbagai latar belakang sosial ekonomi (SEC A-C), yang terbagi menjadi tiga segmen: Keluarga Konvensional, Solo (tinggal sendiri tanpa pasangan), dan DINKS (Double Income No Kids).
Sedangkan penelitian kualitatif dilakukan dengan metode kunjungan rumah di wilayah yang sama, melibatkan 36 responden dari segmen yang sama.
Devi Attamimi, Institute Director HILL ASEAN dan Direktur Hakuhodo International Indonesia, mengungkapkan bahwa hasil penelitian kali ini sangat istimewa. Indonesia menjadi negara pertama yang memaparkan hasil studi ini sekaligus merayakan 10 tahun berdirinya HILL ASEAN.
Baca Juga: We Are Family: Sinopsis Film India Bertema Keluarga Dibintangi Kajol dan Kareena Kapoor
Mengangkat tema 'Keluarga ASEAN', riset ini menunjukkan bahwa selama satu dekade terakhir, keluarga di ASEAN terus memprioritaskan keluarga sebagai fondasi utama, mengadopsi nilai-nilai baru dari informasi dan perspektif global sambil memperkuat nilai-nilai tradisional yang khas ASEAN, terutama Indonesia.
Penelitian HILL ASEAN ini mengidentifikasi nilai-nilai baru yang muncul dalam keluarga di ASEAN.
Ada nilai-nilai baru yang muncul dalam keluarga di ASEAN, salah satunya adalah pergeseran dari "Always-on Connection" ke "Sharing-on-Demand".
Sepuluh tahun yang lalu, teknologi seperti media sosial dan panggilan video memungkinkan keluarga untuk terus terhubung sepanjang waktu. Namun, koneksi 24/7 kini dianggap sebagai beban, sehingga anggota keluarga lebih memilih berbagi informasi sesuai permintaan, dengan memilih waktu dan topik yang relevan.
Selain itu, konsep "We-nique Family" menonjolkan anak-anak sebagai simbol kreativitas dan nilai keluarga. Keluarga di ASEAN memanfaatkan berbagai platform untuk menunjukkan keunikan mereka melalui aktivitas berbeda dan penyesuaian tradisi.
Nilai "Me in We" mencerminkan peningkatan penghormatan terhadap privasi dan otonomi seiring dengan perkembangan ekonomi dan individualisme di ASEAN. Orang tua kini lebih fokus pada pendidikan kritis dan kebebasan anak-anak mereka.
Pola pengasuhan modern yang disebut "Parenting 2.0" juga lebih menekankan pada pertumbuhan diri, kebahagiaan, dan bimbingan, bukan hanya sebagai investasi untuk masa depan. Pola ini menciptakan lingkungan keluarga yang lebih mendukung pertumbuhan individu sambil tetap mempertahankan ikatan keluarga yang kuat.
Selain nilai-nilai baru, nilai-nilai tradisional dalam keluarga ASEAN tetap menjadi pilar penting.
Baca Juga: Sering Dianggap Sama, Ternyata Ini Perbedaan Ruang Tamu dan Ruang Keluarga
Keluarga di ASEAN dianggap sebagai sumber kekayaan sejati yang memberikan stabilitas finansial dan emosional dalam menghadapi tantangan.
Keluarga tidak hanya menawarkan dukungan finansial, tetapi juga cinta dan kebahagiaan, yang membuat anggota keluarga dapat selalu bergantung satu sama lain.
Tradisi dan prinsip keluarga dihargai tinggi di ASEAN, dianggap penting untuk menumbuhkan nilai-nilai moral yang kuat dan diwariskan ke generasi berikutnya.
Selain itu, dinamika keluarga didasarkan pada kesetaraan dan fleksibilitas, memungkinkan setiap anggota memberikan kontribusi sesuai dengan kekuatan mereka. Fleksibilitas ini membantu menjaga keharmonisan dalam keluarga, menciptakan lingkungan yang mendukung dan saling menghargai.
Di Indonesia, penelitian menemukan bahwa 84% masyarakat percaya bahwa pendidikan agama atau kepercayaan religius merupakan kunci menjadi orang yang baik.
Orang tua di Indonesia juga menerapkan "experimental syncretic parenting", menciptakan gaya pengasuhan sendiri sambil menjunjung tradisi dan kepercayaan religius.
Irfan Ramli, Chairman of Hakuhodo International Indonesia, menambahkan bahwa keluarga Indonesia dikenal sebagai 'The Devoted Weaver', yang menekankan keseimbangan antara aspek modern dan keyakinan tradisional.
Orang tua memegang peran kunci dalam kehidupan keluarga, memberikan kebebasan bagi anggota keluarga untuk membentuk gaya hidup dan pandangan hidup mereka.
Penelitian HILL ASEAN menunjukkan bahwa keluarga di ASEAN terus berpegang pada nilai-nilai tradisional sambil mengadopsi nilai-nilai baru, menciptakan struktur keluarga yang tangguh dan adaptif yang mampu menghadapi kompleksitas kehidupan modern sambil tetap setia pada akar budaya mereka. (*)
Baca Juga: 4 Manfaat Liburan Bersama Keluarga untuk Kesehatan Mental, Bisa Ciptakan Memori Bahagia