Di tengah kebingungannya, Ava juga berusaha untuk memahami diri dan mengalahkan traumanya sendiri, demi menemukan kebahagiaannya yang sebenarnya.
Sebagaimana dalam pers rilis yang diterima PARAPUAN, film ini bukan hanya tentang cinta segitiga, tetapi juga tentang penemuan diri.
Heartbreak Motel ingin mengajak penonton untuk merenungkan tentang apa yang sebenarnya mereka inginkan dalam hidup, dan bagaimana mereka dapat mencintai diri sendiri apa adanya.
Dalam penggarapannya, Angga Dwimas Sasongko juga menggunakan pendekatan visual dan storytelling yang berbeda.
Ia menggunakan perpaduan gambar dari kamera digital, serta dua kamera seluloid, 16 milimeter dan 35 milimeter.
Dalam kolaborasi perdananya bersama Ika Natassa, Heartbreak Motel menyajikan drama romansa dengan sentuhan personal Angga, tapi tetap membawa pesan utama dari kisah yang ada di novel.
"Ketika saya membaca novel Heartbreak Motel, bagi saya ini adalah novel dari Ika Natassa yang paling sinematik. Saya sudah terbayang seperti apa visualisasinya sejak awal," kata Angga Dwimas Sasongko, CEO Visinema dan Sutradara Heartbreak Motel.
"Sampai akhirnya saya memilih menggunakan pendekatan tiga jenis kamera yang berbeda dan akan memberikan pengalaman sinematik yang baru bagi penonton," papar Angga lagi.
Sementara itu, Ika Natassa, merasa Angga mampu memberikan sentuhan yang berbeda bila dibandingkan dengan beberapa film-film yang mengadaptasi novel laris milik Ika.