Kurnianing Isololipu

Kepala Prodi Magister Administrasi Bisnis, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Pemerhati Perempuan

Perulangan Kasus KDRT Menjadi Sinyal bagi Perempuan

Kurnianing Isololipu Jumat, 16 Agustus 2024
Kasus KDRT berdampak serius bagi perempuan.
Kasus KDRT berdampak serius bagi perempuan. (rudall30/iStockphoto)

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis. 

Parapuan.co - Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terjadi kembali. Kasus terkuak setelah unggahan video yang menunjukkan peristiwa KDRT muncul di akun media sosial seorang selebgram, Cut Intan Nabila, yang sekaligus menjadi korban KDRT. Melihat video yang diunggah, menimbulkan berbagai rasa. Ini terlihat dari berbagai macam model ungkapan dan dukungan yang terbaca dari komentar di akunnya.

Menikah dalam usia yang masih muda, melepas cita-cita dengan berhenti menjadi atlet anggar nasional, korban mengatakan bahwa ia bertahan dalam rumah tangga karena anak-anaknya. Ia bertahan hingga 5 tahun berumah tangga dengan 3 anak, meski sudah berulang kali mendapatkan kekerasan fisik sekaligus mental, tentunya.

Seperti dalam unggahan video selebgram itu, terlihat bayi yang masih berusia sekitar 1 bulan turut menjadi korban KDRT. Dapat dibayangkan trauma yang akan dibawa oleh bayi tersebut, bila tidak dipulihkan seiring ia berproses tumbuh.

Bertahan karena anak, ini adalah sebab yang sering menjadikan istri, ibu, perempuan bertahan dalam rumah tangga yang sebenarnya sudah tak lagi sehat. Setiap orang tua yang sadar, tentu ia menyayangi anaknya dan berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Bahkan, sekalipun itu berarti mengorbankan dirinya, juga keselamatan dirinya.

Kasus KDRT yang terjadi memang banyak menjadikan perempuan sebagai korban, meski tak memungkiri bahwa ada juga pria yang menjadi korban, sesuai dengan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2024). Perempuan dan anak, tepatnya, adalah yang lebih sering menjadi korban KDRT.

Ada berbagai hal yang menyebabkan usaha bertahan dalam rumah tangga, yang penuh kekerasan, terjadi. Rasa cinta kasih ibu kepada anak yang sudah bersamanya selama 9 bulan di kandungan, pemberian air susu ibu yang membuat hubungan ibu dan anak kian kuat. Ini alasan alamiah yang ada.

Alasan lain yang sering menjadi landasan dasar bertahan, yang juga tertulis di status selebgram itu, yaitu menutup aib keluarga. Juga, pandangan bahwa keluarga utuh akan membuat tumbuh kembang anak menjadi lebih baik. Sebuah pandangan keliru, yang tersebar luas menjadi sebuah kebenaran di masyarakat.

Dalam tumbuh kembang anak, ia memiliki dua kebutuhan utama yaitu rasa aman dan rasa dicintai secara terhormat. Bagaimana dua kebutuhan itu dapat terpenuhi, bila di dalam keluarga itu sering terjadi pertengkaran antara ibu dan ayah, bahkan yang berujung kekerasan? Bagaimana anak akan merasa dicintai secara terhormat, bila ia melihat ayah memperlakukan ibunya tanpa cinta dan hormat?

Baca Juga: Diduga Dialami Selebgram Aprila Majid, Apa Itu Penelantaran dalam Rumah Tangga?

Anak, dengan melihat kejadian terus menerus di antara orang tuanya, bukan terpenuhi kebutuhannya, tentu sangat dimungkinkan munculnya rasa tidak aman dan rasa tidak dicintai dari kedua orang tuanya. Mungkin saja, dapat berujung pada trauma yang muncul dalam fase kehidupannya kelak.

Jika digali lebih dalam, bertahan karena anak, mungkin sekali timbul dari rasa takut, tak berdaya pada diri seorang ibu, karena norma dan doktrin yang ada pada lingkungan keluarga serta sosialnya. Riwayat keluarga yang selalu rukun, larangan untuk bercerai di keluarga, maupun agama, belum lagi penyebaran ketakutan, penghinaan, cibiran atas perceraian, yang membuat diri semakin tak mampu untuk menolong dan melindungi diri serta anaknya.

Untuk itu, ibu, perempuan berusaha menghadapinya sendiri, juga seperti yang tertulis pada akun media sosial Intan. Akhirnya, saat kekuatan itu sudah mencapai titik batasnya, maka terungkaplah yang selama ini disembunyikan.

Perulangan kasus KDRT yang terjadi, menjadi sinyal bagi para perempuan, calon ibu untuk melengkapi dirinya dengan tepat, sebelum memutuskan untuk menikah, juga saat setelah menikah. Perempuan perlu menyadari bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan utuh yang berhak atas dirinya dan dapat membuat keputusan-keputusan yang tepat untuk kehidupannya.

Perempuan perlu belajar untuk melepas keyakinan atas nilai warisan yang berasal dari dogma dan doktrin yang tak tepat serta hanya menciptakan ketakutan dan keterbatasan ruang geraknya. Terlebih lagi, jika dogma dan doktrin itu berlindung dalam bingkai agama. Berat memang, karena banyak fakta juga menunjukkan sesama perempuan pun belum penuh saling mendukung.

Untuk itu, perempuan perlu menemukan dan mencari lingkungan yang mendukungnya untuk mengenal dan memahami dirinya dengan tepat. Sudah banyak komunitas perempuan yang mendukung perempuan dengan cara yang tepat.

Terlalu banyak pandangan, pemahaman yang keliru yang perlu diubah di dalam masyarakat, terutama berkaitan dengan ibu di dalam keluarga, perempuan di dalam masyarakat, keluarga yang sehat dan pola asuh anak yang tepat. Mengubahnya memang memerlukan waktu karena keyakinan atas nilai yang sudah diwariskan jauh lebih lama.

Hanya, inilah jalan untuk dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi ibu dengan perannya, perempuan bersama aktivitasnya dan anak dengan hak atas rasa aman dan dicintai secara terhormat.

(*)

Baca Juga: Ada KDRT, Ini Alasan Perempuan Sebaiknya Tidak Bertahan dalam Hubungan Toksik demi Anak