Parapuan.co - Perempuan yang berperan ganda sebagai pekerja dan ibu rumah tangga kerap kesulitan menyeimbangkan kehidupan pribadi dan karier.
Mereka seringkali merasa kehabisan waktu berkualitas untuk keluarga dan diri sendiri.
Dilema ini semakin kompleks ketika harus menghadapi tuntutan pekerjaan yang tinggi dan kebutuhan emosional di rumah.
Masih sempatkah perempuan mendengarkan curahan hati pasangan, rekan kerja, atau bahkan anak saat berada di rumah?
Nyatanya, riset yang dilakukan Lieke ten Brummelhuis dan Jeffrey H. Greenhaus menunjukkan hasil mengejutkan.
Simak hasil penelitian tersebut sebagaimana dirangkum PARAPUAN dari Harvard Business Review di bawah ini!
Riset: Perempuan Menjadi Supportif di Rumah
Studi pertama yang dilakukan Lieke ten Brummelhuis dan Jeffrey H. Greenhaus melibatkan 26 pasangan yang keduanya bekerja.
Pasangan yang menjadi target penelitian adalah dari Belanda, berusia antara 22 hingga 57 tahun.
Baca Juga: Perempuan Karier Perlu Tahu, Ini 5 Tanda Work Life Balance Terganggu
Studi ini menunjukkan, 89 persen dari pasangan memiliki anak dan suami maupun istri sama-sama bekerja setidaknya tiga hari dalam sepekan.
Pihak laki-laki bekerja selama 42,8 jam, sedangkan perempuan 29,8 jam, di berbagai industri/bidang.
Setiap pasangan diberi buku catatan dan diminta untuk menulis dua log singkat perhari selama lima hari berturut-turut.
Log pertama diisi setelah pulang kerja, di mana pasangan merefleksikan tuntutan emosional dari pekerjaan serta apakah masing-masing menerima dukungan emosional atau tidak.
Tuntutan emosional dari pekerjaan, misalnya saat berurusan dengan klien yang sulit, proyek, atau tenggat waktu.
Sementara dukungan empsional, apakah diterima dari rekan kerja atau tidak.
Kemudian untuk log kedua diisi sebelum tidur. Yakni, di mana pasangan mengevaluasi waktu mereka di rumah.
Masing-masing menilai seberapa banyak dukungan emosional yang mereka berikan kepada pasangan, dengan mendengarkan masalah atau menunjukkan kasih sayang.
Mereka juga menilai hubungan di antara anggota keluarga pada malam itu, mencatat seberapa baik hubungan yang terjalin.
Baca Juga: Kurangi Stres, Ini Dampak Hybrid Working terhadap Kesehatan Fisik dan Mental
Hasilnya menunjukkan bahwa hari kerja masing-masing pasangan memiliki dampak signifikan pada hubungan di rumah, tetapi dampaknya berbeda antara suami dan istri.
Pada laki-laki setelah hari yang melelahkan, mereka cenderung menjadi pendengar yang buruk terhadap pasangannya.
Berdasarkan studi tersebut, Lieke dan Jeffrey menemukan pola bahwa ketika suami mengalami hari yang sulit dan penuh tekanan, mereka memberikan dukungan yang lebih sedikit pada istri.
Sebaliknya, ketika istri berada dalam situasi yang sama (yaitu hari yang berat dan melelahkan secara emosional), mereka cenderung masih bisa hadir menjadi pendengar yang baik dan memberikan waktu berkualitas ke keluarga.
Dengan kata lain, perempuan lebih menjadi supportif ke pasangan, bahkan saat mereka mengalami hari yang buruk di pekerjaan.
Bentuk support yang diberikan pun beragam, mulai dari menjadi pendengar yang baik, memberikan jarak atau ruang kepada pasangan, dan sebagainya.
Dalam hal ini, perempuan dan laki-laki menunjukkan porsi yang berbeda dalam dukungan terhadap orang lain atau pasangan meski sama-sama mengambil tanggung jawab pekerjaan dan keluarga.
Perempuan masih bisa bertanggung jawab terhadap tugas perawatan (67 persen), sementara laki-laki hanya 33 persen.
Kalau Kawan Puan, apakah kamu juga masih bisa memberikan dukungan kepada orang lain meski mengalami hari yang berat saat bekerja?
Baca Juga: Survei Ini Buktikan Hybrid Working Lebih dari Sekadar Fleksibilitas bagi Perempuan Karier
(*)