Dilakukan Uji Coba
Rencananya, kebijakan larangan penggunaan media sosial anak di bawah umur ini akan melalui uji coba verifikasi usia dalam beberapa bulan mendatang.
"Saya ingin melihat anak-anak meninggalkan gawai mereka dan pergi ke lapangan sepak bola, kolam renang, dan lapangan tenis," ujar Anthony dilansir dari Kompas.com.
Anthony Albanese ingin jika anak-anak menikmati masa-masa mereka dengan melakukan interaksi dan pengalaman secara nyata.
"Karena kami tahu bahwa media sosial menyebabkan kerusakan sosial. Ini adalah momok. Kami tahu bahwa ada konsekuensi kesehatan mental atas apa yang harus dihadapi oleh banyak anak muda," imbuhnya.
Sementara itu Petter Dutton selaku pemimpin oposisi konservatif Australia mengatakan memberikan dukungan sepenuhnya atas kebijakan penggunaan media sosial yang diusulkan pemerintah ini.
"Setiap hari penundaan membuat anak-anak muda rentan terhadap bahaya media sosial dan sudah waktunya untuk mengandalkan perusahaan teknologi untuk menegakkan batas usia," kata Petter Dutton.
Memicu Pro Kontra
Baca Juga: Ini Kisah 3 Content Creator yang Kenalkan Budaya Indonesia Lewat Medsos
Daniel Angus, profesor di Queensland University of Technology mengatakan bahwa rencana pemerintah ini cukup berisiko.
"Langkah spontan ini merusak penyelidikan bersama dan prinsip-prinsip demokrasi yang deliberatif dan mengancam untuk menciptakan bahaya serius dengan tidak mengikutsertakan anak muda dalam partisipasi yang bermakna dan sehat di dunia digital," kata Daniel Angus.
Sedangkan menurut profesor di bidang komputasi dan teknologi informasi dari University of Melbourne, Toby Murray aturan terkait larangan menggunakan media sosial anak di bawah 16 tahun tidak jelas apakah teknologi yang ada dapat diandalkan untuk menegakkan larangan tersebut.
"Pemerintah saat ini sedang menguji coba teknologi jaminan usia. Namun kita sudah tahu bahwa metode verifikasi usia yang ada saat ini tidak dapat diandalkan, terlalu mudah untuk diakali, atau berisiko terhadap privasi pengguna," kata Toby Murray.
Terkait sudut pandang para analis, Anthony Albanese mengatakan orang tua mengharapkan adanya tanggapan terhadap perundungan online dan akses yang diberikan media sosial terhadap materi berbahaya.
"Perusahaan-perusahaan media sosial ini berpikir bahwa mereka berada di atas semua orang. Yah, mereka memiliki tanggung jawab sosial dan saat ini, mereka tidak melaksanakannya. Dan kami bertekad untuk memastikan mereka melakukannya," katanya.
Baca Juga: Kekerasan Digital pada Anak Kian Merebak di Media Sosial, Waspada Hal Ini
(*)