Sunat Perempuan sebagai Simbol Ketidakadilan Bagi Suara Perempuan

Tim Parapuan - Senin, 7 Oktober 2024
Fakta-fakta seputar sunat perempuan yang berbahaya.
Fakta-fakta seputar sunat perempuan yang berbahaya. art-skvortsova

Tindakan-tindakan penghambat terwujudnya kesetaraan gender dan HAM menjadi latar belakang mengapa sunat perempuan bukan merupakan aksi yang dapat didukung,

Menurut Komnas Perempuan, ada cara pandang orang tua bahwa sunat perempuan bermanfaat bagi anak perempuan.

Padahal bukti dari sisi medis menunjukkan bahwa praktik sunat perempuan justru membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental anak perempuan.

Secara khusus, praktik sunat perempuan dengan memotong jaringan atau bagian dari organ tubuh yang sehat dapat menimbulkan infeksi, kerusakan organ reproduksi.

Permasalahan kesehatan jangka panjang bagi anak perempuan, bahkan kematian karena pendarahan bisa terjadi akibat sunat perempuan ini. 

Praktik sunat perempuan yang masih terjadi  di Indonesia sampai saat ini, biasanya bersifat simbolis.

Kajian Komnas Perempuan di Gorontalo pada tahun 2023 misalnya, mencatat bahwa alasan melakukan sunat bagi anak perempuan adalah untuk menghilangkan dosa waris yang seolah melekat pada diri perempuan seperti sikap binal, selingkuh, hingga menentang suami.

Hal ini berbeda dengan sunat pada anak laki-laki yang mempunyai alasan positif demi kesehatan dan kenikmatan seksual.

Baca Juga: Mitos dan Fakta Seputar Sunat Perempuan yang Wajib Kamu Tahu

Selain itu, praktik sunat perempuan dilakukan dengan cara beragam tanpa terlalu memperhatikan aspek kesehatan dan kebanyakan pada saat usia anak di bawah dua tahun sehingga anak belum dapat ditanya kesediaannya.

Praktik sunat perempuan memiliki akar yang kuat dalam budaya patriarki, di mana naluri dasar perempuan seringkali dipandang sebagai kekuatan negatif yang perlu ditahan.

Perempuan sering kali diberi stigma sebagai individu yang liar dan binal, sehingga diyakini bahwa tanpa sunat, mereka akan berperilaku tidak terkendali.

Stigma ini jelas bertentangan dengan kenyataan bahwa banyak tindakan kekerasan seksual justru dilakukan oleh laki-laki.

Praktik ini mencerminkan ketidakadilan gender dan pengendalian atas tubuh perempuan, pada gilirannya memperkuat norma patriarki yang merugikan.

Tindakan semacam ini perlu ditentang untuk mencapai kesetaraan gender dan melindungi hak-hak perempuan secara lebih efektif.

Upaya untuk memberantas praktik ini harus didukung oleh pendidikan publik yang masif, kebijakan mendukung, dan penguatan pemahaman tentang hak-hak perempuan.

 

(*)

Ken Devina

 



REKOMENDASI HARI INI

Sunat Perempuan sebagai Simbol Ketidakadilan Bagi Suara Perempuan