Angka ini melonjak menjadi 32 orang pada usia 75 hingga 84 tahun, dan 76 orang pada usia 85 tahun ke atas.
Dengan banyaknya perempuan yang mencapai usia lanjut, mereka menjadi kelompok paling rentan terhadap penyakit ini.
Selain faktor usia, sejumlah risiko lain seperti diabetes, depresi, dan gangguan pendengaran juga mempengaruhi kemungkinan terkena demensia.
Laporan juga mengungkapkan bahwa risiko demensia pada perempuan lebih tinggi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah.
Akses pendidikan dan layanan kesehatan yang terbatas diyakini menjadi salah satu penyebab utama kondisi ini.
Selain faktor tersebut, melansir dari ncbi.nlm.nih.gov , perempuan juga diketahui memiliki lebih banyak mikroglia dibandingkan laki-laki.
Mikroglia adalah sel imun di otak yang berperan penting dalam menjaga kesehatan jaringan saraf.
Pada masa remaja, gangguan mikroglia lebih sering terjadi pada perempuan, bertepatan dengan meningkatnya risiko gangguan mental seperti depresi dan kecemasan.
Para peneliti menduga, gangguan mikroglia ini dapat menjadi salah satu pemicu perkembangan demensia pada perempuan di usia tua.
Baca Juga: Gangguan Fungsi Otak, Waspadai Gejala dan Tanda Penyakit Alzheimer
Meski begitu, ada beberapa langkah yang dapat membantu menurunkan risiko, seperti pendidikan lebih lama, aktivitas fisik tinggi, dan pola hidup sehat.
Menariknya, efek perlindungan pendidikan lebih terlihat signifikan pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Menyadari tingginya risiko demensia pada perempuan, penting bagi Kawan Puan untuk menerapkan gaya hidup sehat dan aktif secara mental.
Olahraga teratur, menjaga kesehatan mental, dan terus memperkaya wawasan melalui aktivitas intelektual menjadi langkah pencegahan yang dapat dilakukan sejak dini.
Demensia bukan sekadar persoalan kesehatan usia tua, melainkan tantangan yang membutuhkan perhatian sejak sekarang.
(*)
Ken Devina