Parapuan.co - Beberapa waktu lalu, media sosial sempat dihebohkan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pilihan perempuan Indonesia untuk childfree atau tidak ingin memiliki anak.
Laporan yang berjudul "Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia" yang dirilis tahun 2023 ini menemukan bahwa ada sekitar 8 persen atau setara dengan 71 ribu perempuan Indonesia memilih untuk childfree.
Adapun mayoritas perempuan yang memilih untuk childfree berasal dari Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten.
Karena data tersebut, pembahasan terkait pilihan perempuan Indonesia untuk childfree kini kembali marak dibahas.
Bukan hanya di kalangan anak muda, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Veronica Tan pun turut buka suara.
Ia menjelaskan bahwa adanya ketimpangan yang signifikan terhadap keputusan childfree dari perempuan yang sudah teredukasi dengan baik dan yang tidak teredukasi.
Menurut Veronica Tan, perempuan yang memilih childfree datang dari level pendidikan yang tinggi dan memahami pentingnya kesiapan diri sebelum memiliki keturunan.
Meski begitu, anggapan soal 'banyak anak banyak rezeki' masih cukup dipegang teguh oleh beberapa kalangan masyarakat Indoensia.
Artinya, jumlah perempuan yang memilih childfree tidak sebanyak keluarga yang memiliki banyak anak.
Baca Juga: Childfree Meningkat, Data BPS Catat 71 Ribu Perempuan Indonesia Memilih Tak Punya Anak
"Makanya saya bilang, kalau perempuan yang sudah teredukasi, mereka itu ngerti kalau anak itu jadi sebuah beban kalau kita sebagai orang tua tidak memberikan kualitas hidup terbaik," kata Veronica Tan, dikutip dari laman Kompas.com.
Bukan hanya itu, Wamen PPPA ini juga menyebutkan bahwa perempuan childfree biasanya akan mempertimbangkan berbagai macam aspek jangka panjang.
Khususnya dari segi finansial dan mental sebelum memutuskan untuk memiliki keturunan.
"Akhirnya banyak perempuan yang memilih dan beranggapan, kalau dirinya saja enggak bisa ngasih kualitas hidup yang baik untuk diri sendiri, sehingga untuk apa punya anak," imbuhnya.
Di sisi lain, ada pula perempuan yang tidak mempertimbangkan aspek jangka panjang.
Ketika tidak memiliki persiapan jangka panjang, tapi memiliki banyak keturunan, hal ini justru bisa menjadi bumerang yang memicu gangguan kesehatan mental perempuan.
"Kemudian karena tidak diizinkan sang suami untuk memakai KB, sehingga banyak perempuan yang belum teredukasi punya anak yang banyak. Ini pada akhirnya akan berujung ke mental health juga," jelas Vero.
Terlepas dari isu childfree perempuan Indonesia yang berkaitan level pendidikan, tentunya ada beberapa hal yang mendasari keputusan ini.
Baca Juga: Terbebas dari Belenggu Stigma, Ini Pentingnya Merayakan Setiap Pilihan Perempuan
View this post on Instagram
Namun sayang, penulis masih kerap menemukan bahwa childfree pada perempuan seakan dianggap oleh sebagian orang menjadi keputusan yang egois.
Padahal sebenarnya, pilihan perempuan untuk childfree diputuskan atas berbagai pertimbangan yang begitu kompleks.
Mulai dari kesiapan mental dan finansial hingga masalah kesehatan reproduksi yang mendasarinya.
Bukan hanya itu, keputusan childfree juga diambil dengan pertimbangan bersama dengan pasangan.
Jika diperlukan, pertimbangan antara dua pihak keluarga suami istri juga bisa dilakukan.
Alih-alih menghakimi keputusan perempuan yang memilih childfree, alangkah baiknya jika merangkul dan memberikan dukungan atas jalan yang mereka ambil.
Karena tak ada pilihan yang benar atau salah. Setiap perempuan berhak memilih jalan hidupnya dan menggapai mimpinya.
Baca Juga: Bagaimana Cara Mendukung Teman yang Memilih untuk Childfree?
(*)