Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Parapuan.co - Pilkada akan dilaksanakan serentak di tanggal 27 November 2024. Masa kampanye telah berakhir di 23 November 2024. Menarik mengamati kampanye yang dilakukan oleh para pasangan calon (paslon) pemimpin daerah.
Berbagai macam cara dilakukan oleh paslon untuk menarik perhatian masyarakat di daerah pemilihan agar memilih mereka di saat hari pemilihan. Umumnya, paslon akan menaikkan isu-isu yang muncul di daerah pemilihan dengan cara penyelesaian yang tepat menurut paslon dan timnya.
Salah satu topik atau pembahasan yang kerap muncul adalah perempuan. Pembahasan topik yang berkaitan perempuan memang menarik. Terlebih, bila itu dikaitkan untuk meraih suara dalam pemilihan.
Menurut Komisioner KPU RI, Iffa Rosita, mengatakan bahwa jumlah pemilih perempuan di dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada serentak 2024 di atas 50 persen atau melebihi pemilih laki-laki. Artinya, perlu cara tepat meraih suara perempuan untuk memilihnya.
Menarik mengamati usaha dari para paslon dalam mengemas topik yang beririsan dengan perempuan dalam kampanye mereka. Tentunya, apa yang disampaikan dalam kampanye, itulah pemahaman yang ada dalam pandangan mereka.
Ada yang memiliki pandangan memberdayakan perempuan. Namun, lebih banyak dan menjadi viral, pandangan yang membuat perempuan seperti kelas dua dalam masyarakat. Meskipun, jika dilihat secara mendalam, belum tentu sepenuhnya, salah.
Perempuan jangan diberikan beban berat, apalagi menjadi gubernur. Janda-janda kaya diminta untuk menikahi pemuda pengangguran. Janda-janda akan diperhatikan oleh para petinggi parpol. Ini adalah beberapa diksi yang disampaikan di dalam usaha menarik perhatian pemilih perempuan dalam kampanye.
Perkataan-perkataan ini kemudian menuai hujatan karena dianggap melecehkan dan merendahkan perempuan. Alhasil, para calon pemimpin daerah melakukan klarifikasi dan meminta maaf atas pernyataannya.
Tentu miris melihat bahwa para calon pemimpin daerah masih memiliki pandangan yang keliru tentang perempuan. Atau, mereka belum memahami tentang perempuan seutuhnya. Mungkin juga, pandangan dari calon pemimpin daerah ini, merupakan wakil dari pandangan umum yang masih ada di masyarakat.
Baca Juga: Sulitkah Menjadi Perempuan Bekerja sekaligus Caregiver Orang Tuanya?
Meskipun, pemahaman tentang perempuan yang berkembang sekarang, independent women ataupun kesetaraan, belum tepat seutuhnya. Perlu menggunakan kacamata yang tepat dalam memandang perempuan, sehingga kedudukan yang mulia mampu diberikan kepada para perempuan dari masyarakat dan lingkungan.
Pemahaman dan peran perempuan memang mengalami pergeseran dari masa lalu hingga ke saat ini. Pada awal kehidupan, perempuan secara alamiah dan kodrat memiliki peran memelihara dan mengasuh individu-individu yang ada dalam lingkungan mereka (nurturer).
Perkembangan zaman, membuat peran perempuan ini bergeser, dengan peran yang bertambah sebagai penyedia, pemberi bagi lingkungannya (provider) menurut batas kemampuan perempuan itu. Dari yang terbiasa ada di rumah, mengurus keperluan keluarga, perempuan bergerak masuk ke dalam lingkungan sosial yang lebih luas, masyarakat.
Perubahan ini terjadi karena dinamika sosial yang terjadi di dunia saat itu, terutama setelah Perang Dunia (PD) II selesai. Dimulai dari perempuan-perempuan di negara-negara Barat berusaha memasuki dunia kerja karena mereka ingin memiliki kebebasan finansial dan mencukupi kebutuhan sendiri (Isololipu, 2022).
Hal yang wajar, sesuai dengan teori Hierarchy of Needs dari Maslow, bahwa setiap individu memiliki kebutuhan aktualisasi diri. Ketika perempuan sudah menjalankan peran nurturer dengan tepat, maka pemenuhan kebutuhan untuk dirinya pun dapat dilakukan.
Masyarakat dan lingkungan, terutama para calon pemimpin, perlu berperilaku tepat dalam membahas tentang perempuan. Berkaca dari perkembangan peran perempuan yang bergeser, namun tetap mengutamakan kodrat alaminya, perempuan adalah makhluk ciptaan yang spesial.
Perempuan memang memiliki sifat alami untuk tidak memikul beban berat, namun perempuan tetap dapat dan mampu menjadi pemimpin daerah. Janda-janda kaya tetap perlu mendapatkan nafkah dari pria dewasa yang harus berperan sebagai penyedia. Janda-janda perlu mendapatkan perhatian dari siapapun yang berniat baik kepadanya.
Sebagai calon pemimpin daerah, pembahasan tentang perempuan dalam topik di atas, menunjukkan belum adanya pola pikir yang berusaha memberdayakan perempuan secara tepat. Masih banyak topik yang dapat diangkat berkaitan dengan perempuan, jika memang hendak menarik perhatian pemilih perempuan.
Baca Juga: Pemilih Perempuan Mendominasi Pilkada 2024 di Wilayah Padang
Dengan peran perempuan sebagai nurturer, topik berkaitan dengan pemahaman diri perempuan, kesehatan perempuan, perempuan dalam keluarga, daya dukung perempuan dalam lingkungan, juga wirausaha perempuan, menjadi alternatif yang belum telat untuk dipikirkan oleh para calon pemimpin daerah yang akan menjadi pemimpin daerah itu.
Terlalu sayang, jika perempuan dengan segenap potensi yang ada pada dirinya untuk memiliki peran aktif dan mendukung pertumbuhan keluarga, lingkungan dan masyarakat, hanya dipandang dari kacamata obyek penderita. Kehadiran perempuan, sejatinya yang membuat keluarga, masyarakat dan bahkan dunia, menjadi berjalan dalam keseimbangannya yang tepat.
Kiranya, para calon pemimpin daerah yang terpilih menjadi pemimpin daerah dapat menggunakan kacamata yang tepat dalam memandang perempuan. Pandangan tepat yang mampu menghasilkan perlakuan, program-program tepat untuk menempatkan perempuan berdaya berdasarkan sifat alaminya.
(*)