Hal tersebut menunjukkan bahwa kemandirian perempuan adalah proses holistik yang melibatkan pengelolaan diri secara utuh.
Meskipun perempuan telah mencapai kemandirian dalam banyak aspek, batas kemandirian mereka sering kali ditentukan oleh norma-norma budaya dan ekspektasi masyarakat.
Dalam budaya Indonesia, misalnya, perempuan tetap diharapkan memiliki pasangan atau membentuk keluarga pada usia tertentu, meskipun mereka sudah mampu berdiri sendiri.
Selain itu, perempuan yang mandiri secara profesional masih diharapkan untuk menjalankan peran domestik, seperti mengurus anak, memasak, dan melayani suami.
“Batas kemandirian perempuan sering kali terletak pada keseimbangan antara penyediaan kebutuhan pribadi dan kontribusi pada keluarga atau komunitas,” tambah Endang.
Kawan Puan, kemandirian perempuan bukan hanya soal tidak bergantung pada orang lain, tetapi juga perihal bagaimana mereka dapat menavigasi norma sosial yang ada sambil tetap berkontribusi pada keluarga dan masyarakat.
Perubahan paradigma tentang peran perempuan, baik di ranah domestik maupun publik, menjadi penting untuk mendukung perempuan agar lebih bebas menentukan batas kemandirian mereka sendiri.
Dengan meningkatkan partisipasi perempuan di berbagai sektor, kemandirian perempuan bukan hanya tentang kemampuan individu.
Tetapi juga tentang bagaimana masyarakat memberikan ruang untuk mereka berkembang tanpa batasan yang didasarkan pada stereotip gender.
Baca Juga: Ini 3 Indikator yang Menandakan Perempuan Mandiri Finansial, Apa Kamu Sudah Membatasinya?
(*)
Ken Devina