Parapuan.co - Kawan Puan, pemerintah serius dalam menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN sebesar 12 persen mulai tahun 2025.
Kenaikan PPN ini tentunya bisa menyulitkan masyarakat di tingkat ekonomi kelas menengah, mengingat sejumlah barang terkena pajak biasa dikonsumsi kelompok tersebut.
Mengutip Kompas.com, sejumlah barang dan jasa yang kena pajak PPN 12 persen mencakup:
- Layanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan kategori premium, termasuk layanan VIP.
- Institusi pendidikan bertaraf internasional atau layanan pendidikan premium dengan biaya tinggi.
- Konsumsi listrik rumah tangga dengan daya 3.600–6.600 Volt Ampere.
- Beras premium.
- Buah-buahan kategori premium.
- Ikan berkualitas tinggi seperti salmon dan tuna.
- Udang dan crustasea mewah, misalnya king crab.
- Daging premium seperti wagyu dan kobe yang memiliki harga jutaan rupiah.
Sayangnya, daftar tersebut dianggap membingungkan masyarakat oleh Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Pihaknya menilai bahwa definisi barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12 persen masih kabur.
"Jadi PPN ini awalnya kan untuk barang mewah. Terus direvisi lagi, sekarang justru barang-barang yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, tapi didefinisikan premium dan definisinya juga tidak jelas, akhirnya barang kebutuhan pokok yang tadinya dikecualikan bisa kena PPN 12 persen," ungkap Bhima seperti dilansir dari Kompas.com.
"Jasa kesehatan, pelayanan premium itu kayak gimana? Jadi penyakit jantung misalnya dia orang miskin, tapi karena alat jantungnya mahal, itu disebut sebagai pelayanan kesehatan yang premium. Ini membingungkan, bagi rumah sakit bingung, bagi pendidikan juga bingung," tambahnya.
Bhima Yudhistira juga mengatakan, "Jadi banyak jasa dan barang yang akhirnya itu membuat administrasi perpajakannya menjadi lebih kompleks, lebih rumit."
Jika definisi barang dan jasa yang terkena PPN tidak jelas sementara ada kenaikan, tentunya masyarakat yang repot.
Baca Juga: Kelas Menengah Disebut Paling Terpukul Kenaikan PPN 12 Persen, Kenapa?
Terutama perempuan, yang sebagian menjalankan peran dalam pengelolaan keuangan keluarga atau rumah tangga.
Dampak Kenaikan PPN 12 Persen pada Keuangan Perempuan
Lantas, sejauh mana PPN 12 persen akan berdampak pada kondisi keuangan perempuan secara keseluruhan? Hal-hal berikut ini mungkin relate dengan Kawan Puan:
1. Perempuan yang Sudah Menjadi Ibu
Ibu rumah tangga, terutama yang memiliki anak balita, akan menghadapi tantangan besar dalam mengatur keuangan keluarga.
Kenaikan harga barang kebutuhan pokok, termasuk diapers dan perlengkapan anak lainnya, membuat pengelolaan anggaran harian semakin sulit.
Hal ini dapat memengaruhi kualitas hidup keluarga, terutama anak-anak.
2. Perempuan Single
Perempuan lajang juga tidak luput dari dampak kenaikan PPN. Mereka harus lebih ketat dalam mengatur pengeluaran untuk memastikan tabungan, investasi masa depan, dan tujuan keuangan lainnya tetap terpenuhi.
Baca Juga: 10 Tips Hemat Belanja saat PPN Naik Jadi 12 Persen, Seperti Apa?
Kondisi ini bisa menambah tekanan finansial bagi mereka yang sedang membangun kemandirian ekonomi.
3. Perempuan yang Mendekati Pensiun
Bagi perempuan yang sedang mempersiapkan pensiun, kenaikan PPN dapat memaksa mereka untuk memangkas pengeluaran pada pos tertentu.
Hal ini berpotensi memengaruhi kenyamanan finansial di masa pensiun jika tidak dikelola dengan baik.
4. Perempuan yang Terkena PHK
Kelompok perempuan yang kehilangan pekerjaan akibat PHK berada dalam situasi yang paling rentan.
Kenaikan PPN membuat mereka harus berpikir lebih keras untuk mendapatkan penghasilan baru melalui pekerjaan lain atau memulai usaha.
Proses ini tidak hanya membutuhkan waktu dan tenaga, tetapi juga mental yang kuat, terutama jika mereka masih beradaptasi dengan dampak emosional dari PHK.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen memberikan dampak yang luas pada perempuan.
Tantangan ini menuntut perempuan untuk semakin cermat dalam mengelola keuangan, baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun masa depan.
Baca Juga: Daftar Makanan Mewah yang Kena PPN 12 Persen per 1 Januari 2025
(*)