Awas! Poligami yang Dilakukan Ayah Berdampak pada Psikologis Anak

Saras Bening Sumunar - Selasa, 21 Januari 2025
Poligami bisa berdampak pada psikologis anak.
Poligami bisa berdampak pada psikologis anak. Panupong Piewkleng

Parapuan.co - Belakangan, isu tentang poligami begitu hangat dibahas di kalangan masyarakat, terutama perempuan.

Isu poligami ini muncul pasca keluarnya kebijakan Pemerintah DKI Jakarta yang memperbolehkan Aparatur Sipil Negara (ASN) melakukan poligami.

Izin poligami diperbolehkan dengan sejumlah syarat ketat sesuai dalam Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.

Terkait isu poligami yang dilakukan ASN di Pemerintah DKI Jakarta, banyak pihak yang mengecam dan kontra dengan aturan tersebut.

Kebijakan terkait izin poligami ini seakan menunjukkan ketidakberpihakan pada perempuan.

Bukan itu saja, kampanye terkait pemberdayaan perempuan seakan juga tidak diindahkan karena pemerintah sendiri malah mengizinkan pekerjanya poligami.

Lebih dalam lagi, poligami yang dilakukan seorang ayah nyatanya memberikan dampak psikologis pada anak.

Hal ini diungkapkan oleh Ratih Ibrahim, M.M, seorang psikolog klinis bidang keluarga, parenting, pasangan, dan orang dewasa.

Menurutnya, seorang anak yang tumbuh dari ayah dengan poligami bisa berpengaruh pada keyakinannya di masa depan.

Baca Juga: Poligami: The Uncovered, Menguak Aturan Poligami dan Posisi Perempuan

Bukan hanya itu, anak juga memungkinkan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat.

"Bisa terjadi ketidakpercayaan terhadap pasangan di masa depan, atau bahkan pengulangan pola hubungan serupa," ujar Ratih dikutip dari Kompas.com.

Jenita Deli Widjaja, M.Psi, psikolog klinis dari Analisa Personality Development juga turut menjelaskan, anak-anak bisa menormalisasi situasi yang tidak ideal dalam keluarga di masa depannya.

Pada anak laki-laki, akan ada kecenderungan melihat poligami sebagai situasi yang normal saat dirinya dewasa.

"Kalau pada anak perempuan, saat melihat ayahnya tidak masalah memiliki keluarga lain, maka ketika ada kondisi emosional kurang baik, nantinya juga akan menormalisasi 'berarti enggak papa kalau aku ke depan menjalin hubungan dengan laki-laki lain'," ujar Jenita.

Jenita juga menjelaskan bahwa akan terjadi believe system ketika anak memandang dirinya sendiri, apakah berharga atau tidak.

Pikiran itulah yang akan berdampak pada kehidupan anak di masa depan.

Terkait kebijakan pengizinan poligami ini, pemerintah sebaiknya mengkaji ulang aturan tersebut.

Mengingat banyaknya pihak yang menentang poligami sekaligus dampaknya, bukan hanya dalam rumah tangga tapi juga dampak psikologis pada anak.

Baca Juga: Jangan Salah Kaprah tentang 'Izin' Agama, Perempuan Berdaya Perlu Menentang Poligami

(*)



REKOMENDASI HARI INI

Cara Perempuan Menghadapi Kebutuhan Mendesak Tanpa Ada Dana Darurat