Lebih jauh lagi, perubahan dalam dinamika hubungan bisa jadi sulit untuk dihadapi.
Keintiman dan hubungan emosional mungkin terpengaruh ketika suamimu sakit.
Sementara pasangan berperan sebagai pengasuh, ia mungkin berjuang melawan perasaan kesepian dan keterasingan.
Terkait tantangan perempuan dalam merawat pasangan yang sakit, penulis menyoroti bahwa norma sosial dan budaya masih kerap menempatkan perempuan sebagai pengasuh utama dalam keluarga.
Peran ini dianggap sebagai kewajiban perempuan, sehingga membuat kita merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi tersebut
Karena merasa 'pengasuhan' pasangan yang sakit ini adalah tugas dan tanggungjawabnya, banyak perempuan enggan meminta bantuan.
Di sisi lain, ketika meminta bantuan pada keluarga, kamu justru mendapatkan penolakan atau malah menilai jika itu memang tanggungjawab harus dilakukan.
Belum lagi, merawat pasangan yang sakit juga berdampak pada kondisi finansial keluarga.
Baca Juga: Gender Gap di Akhir Hayat: Perempuan Hadapi Kematian Sendirian hingga Perawatan Tak Setara
Biaya perawatan medis, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya bisa menjadi beban tambahan.
Jika kamu bekerja, mungkin perlu mengurangi jam kerja atau bahkan berhenti bekerja untuk fokus merawat pasangan yang pada akhirnya memengaruhi pendapatan keluarga.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, penting bagi sesama perempuan untuk memberikan dukungan terutama secara emosional.
Dukungan emosional ini bisa berupa memberikan semangat, menunjukkan simpati, hingga memberikan perhatian dan kepedulian.
(*)