Parapuan.co - Pemerintah makin serius melindungi ruang digital dari peredaran konten berbahaya.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid menegaskan bahwa platform digital yang gagal menghapus konten pornografi anak dalam waktu maksimal 1x4 jam setelah menerima laporan akan dikenakan denda administratif besar dan sanksi lain.
Ia mengatakan bahwa melindungi anak dari dampak negatif internet adalah prioritas dan tugas utamanya.
Ia juga menyebut tidak akan ada toleransi bagi plattform yang lalai mengunggah dan menghapus konten berbau pornografi.
"Melindungi anak-anak dari dampak negatif internet adalah prioritas utama. Tidak ada toleransi bagi platform yang lalai," ujar Meutya Hafid.
'Ini bukan hanya soal regulasi, tapi tanggung jawab moral terhadap masa depan generasi muda," tegasnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 522 Tahun 2024, Penyelenggara Sistem Elektronik User-Generated Content (PSE UGC) diwajibkan untuk melakukan take down konten yang melanggar aturan dalam jangka waktu tertentu, tergantung pada tingkat urgensi pelanggaran.
Untuk konten terkait pornografi anak dan terorisme, PSE UGC (platform digital) harus menghapus konten tersebut dalam waktu maksimal empat jam sejak pemberitahuan diterima.
Kebijakan ini diterapkan untuk memastikan respons cepat terhadap konten yang berpotensi mengancam keselamatan publik dan moralitas anak di ruang digital.
Baca Juga: Menteri Komdigi: Indonesia Masuk 4 Besar Dunia Kasus Konten Pornografi Anak
Selain konten pornografi anak dan terorisme, Pemerintah juga menargetkan penghapusan konten negatif lainnya yang melanggar peraturan, seperti:
- Pornografi (selain pornografi anak)
- Perjudian
- Aktivitas keuangan ilegal (termasuk investasi ilegal, fintech ilegal, dan pinjaman online ilegal), serta
- Makanan, obat, dan kosmetik ilegal.
Penting untuk dicatat bahwa aturan ini berlaku khusus bagi PSE UGC di lingkup privat, sesuai ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kominfo Nomor 522 Tahun 2024.
Sebagai langkah konkret, pemerintah telah meluncurkan SAMAN, sistem pencatatan dan dokumentasi sanksi administratif berupa denda yang nantinya akan dikenakan kepada PSE UGC (platform digital) sebagai bentuk pengawasan terhadap moderasi konten.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya dalam memperkuat pengawasan pada platform UGC sekaligus menciptakan ruang digital yang aman dan berdaya saing untuk masyarakat Indonesia.
"SAMAN adalah bukti komitmen kami untuk menjaga ruang digital tetap sehat dan aman, terutama bagi anak-anak. Ditambah dengan sanksi tegas, kami yakin platform akan lebih bertanggung jawab," ujar Menkomdigi.
Laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa pada 2021–2023 terdapat 481 kasus anak menjadi korban pornografi dan kejahatan siber.
Sementara itu, UNICEF mencatat bahwa 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten tidak pantas di internet.
Baca Juga: Peran Orang Tua dan Andil Pemerintah untuk Melindungi Anak di Dunia Digital
Mengikuti langkah negara-negara seperti Australia dan Uni Eropa, Menkomdigi Meutya Hafid menekankan arti penting kebijakan progresif untuk keamanan digital.
"Indonesia tidak boleh tertinggal. Dengan SAMAN, kita mengambil langkah besar dalam melindungi masyarakat dari bahaya konten negatif," tutupnya.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan sehat, sekaligus menjadi sinyal tegas bahwa pemerintah tidak akan berkompromi terhadap ancaman keamanan digital.
(*)