Ketimpangan Gender dalam Kontrasepsi: Jangan Hanya Dibebankan pada Perempuan

Tim Parapuan - Sabtu, 8 Maret 2025
Ketimpangan gender dalam pemilihan alat kontrasepsi yang kerap dibebankan pada perempuan.
Ketimpangan gender dalam pemilihan alat kontrasepsi yang kerap dibebankan pada perempuan. (towfiqu ahamed/Getty Images)

Parapuan.co - Kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan masih terus menjadi perhatian, termasuk dalam bidang kesehatan reproduksi dan pemilihan alat kontrasepsi. Meskipun kontrasepsi adalah tanggung jawab bersama, realitasnya perempuan masih sering menjadi pihak utama yang menanggung beban ini.

Belum lama ini terjadi perdebatan di media sosial X, soal banyaknya tuntutan perempuan dalam penggunaan alat kontrasepsi atau KB. Laki-laki menganggap bahwa memakai kontrasepsi merupakan tugas perempuan karena sudah kodratnya, seperti haid, hamil, dan melahirkan.

Sedangkan laki-laki enggan kompromi untuk menggunakan kontrasepsi pada dirinya, apalagi vasektomi. Beberapa laki-laki beranggapan bahwa vasektomi itu berbahaya karena sperma menjadi menumpuk, dan merasa tidak maskulin.

Dalam perdebatan itu juga, mengundang banyak curhatan perempuan yang memakai berbagai alat kontrasepi, tentang keadaan tubuhnya yang berubah. Mulai dari mudah berjerawat, naik atau turun beran badan, merasakan nyeri pada perut, hingga menderita kanker payudara. 

Berdasarkan jurnal Global Health: Science and Practice, secara global pemilihan alat kontrasepsi juga masih diberatkan pada perempuan. Di tahun 2020, ada 922 juta perempuan di seluruh dunia yang menggunakan kontrasepsi. Dari jumlah itu, 219 juta perempuan memilih tubektomi dan hanya ada 17 juta laki-laki yang divasektomi.

Hal ini juga telihat pada data tahun 2023, yang menunjukkan pengguna alat kontrasepsi naik menjadi 188 juta orang. Tetapi pengguna alat kontrasepsi pada laki-laki justru turun drastis, hanya sepertiga dari perempuan.

Sedangkan untuk di Indonesia sendiri, berdasarkan laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) jumlah akseptor KB di tahun 2024, berjumlah 15.476 orang. Perempuan sebanyak 10.361 jiwa, dan laki-laki hanya sebanyak 5.115 jiwa.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPN) di tahun 2024, persentase perempuan seluruh Indonesia yang memakai alat KB dengan kriteria berumur 15-49 tahun dan berstatus kawin, sebesar 56,26%.

Dari data-data di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Perempuan kerap kali menjadi pihak yang dibebankan untuk menggunakan alat kontrasepsi atau KB.

Baca Juga: Komnas Perempuan Kecam Usulan Seksis Ahmad Dhani Terkait Pemain Naturalisasi

Melansir dari Siloam Hospitals, mayoritas metode kontrasepsi yang tersedia di pasaran lebih banyak ditujukan untuk perempuan. Seperti pil KB, IUD, suntik, implan, tubektomi, dan kontrasepsi hormonal lainnya. Sementara itu, pilihan kontrasepsi untuk laki-laki masih terbatas pada kondom dan vasektomi.

Hal ini menunjukkan bahwa beban penggunaan kontrasepsi masih cenderung lebih banyak diberikan kepada perempuan. Ketimpangan dalam tanggung jawab penggunaan kontrasepsi dapat menimbulkan berbagai konsekuensi bagi perempuan, seperti:

1. Dampak kesehatan: Banyak metode kontrasepsi perempuan yang memiliki efek samping, seperti gangguan hormon, gangguan mensturasi, perubahan emosi, rasa sakit atau nyeri, hingga peningkatan risiko penyakit tertentu.

Sementara itu, laki-laki sering kali tidak mengalami konsekuensi biologis akibat keputusan terkait kontrasepsi, yang semakin memperparah beban yang ditanggung perempuan.

2. Beban finansial: Sebagian besar metode kontrasepsi yang digunakan perempuan membutuhkan biaya berulang, sementara metode untuk laki-laki seperti kondom lebih murah atau vasektomi yang hanya dilakukan sekali. Bahkan layanan KB seperti tubektomi dan vasektomi juga kini ditanggung oleh BPJS. 

3. Tekanan Psikologis dan Sosial: Beberapa perempuan merasa terbebani secara psikologis karena harus menanggung konsekuensi lebih besar dibandingkan pasangannya. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan dalam hubungan rumah tangga.

Keputusan tentang kontrasepsi sering kali diambil secara sepihak, tanpa adanya diskusi yang setara antara pasangan. Akibatnya, hal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam tanggung jawab keluarga, dan membatasi kebebasan perempuan dalam membuat keputusan atas tubuhnya sendiri.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, melansir dari studi Antropolgi Universitas Brawijaya, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh semua pihak, antara lain:

Baca Juga: Tak Mengganggu, 4 Alat Kontrasepsi Ini Aman Dipakai Perempuan

1. Peningkatan edukasi dan kesadaran

Langkah pertama adalah meningkatkan edukasi dan kesadaran mengenai pentingnya peran laki-laki dalam perencanaan keluarga. Program pendidikan harus menekankan bahwa tanggung jawab penggunaan kontrasepsi bukan hanya milik perempuan, tetapi juga laki-laki. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi beban yang selama ini lebih banyak ditanggung oleh perempuan.

2. Pengembangan metode kontrasepsi untuk laki-laki

Saat ini, pilihan kontrasepsi untuk laki-laki masih terbatas pada kondom dan vasektomi. Kurangnya variasi metode kontrasepsi bagi laki-laki menjadi salah satu faktor rendahnya partisipasi mereka dalam penggunaan kontrasepsi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dan pengembangan metode kontrasepsi baru yang efektif dan aman bagi laki-laki, sehingga mereka memiliki lebih banyak pilihan dan dapat lebih berperan aktif dalam perencanaan keluarga.

3. Perubahan norma sosial dan budaya

Norma sosial dan budaya yang menganggap kontrasepsi sebagai tanggung jawab perempuan perlu diubah. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye sosial yang menekankan pentingnya keterlibatan laki-laki dalam penggunaan kontrasepsi dan perencanaan keluarga. Dengan mengubah persepsi masyarakat, diharapkan laki-laki dapat lebih aktif berpartisipasi dan mendukung penggunaan kontrasepsi.

4. Penguatan kebijakan dan layanan kesehatan

Pemerintah dan penyedia layanan kesehatan perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung keterlibatan laki-laki dalam penggunaan kontrasepsi. Hal ini termasuk menyediakan layanan konseling yang melibatkan pasangan suami istri, sehingga pengambilan keputusan mengenai metode kontrasepsi dapat dilakukan bersama-sama. Selain itu, pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan informasi yang seimbang mengenai pilihan kontrasepsi bagi laki-laki dan perempuan juga penting untuk dilakukan.

5. Penelitian dan evaluasi

Baca Juga: Dukung Kesetaraan Gender, Ini 5 Negara Terbaik untuk Pekerja Perempuan

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi laki-laki dalam penggunaan kontrasepsi. Dengan data yang akurat, program dan kebijakan yang lebih efektif dapat dirancang untuk meningkatkan keterlibatan laki-laki dalam perencanaan keluarga.

Sudah saatnya perempuan tidak lagi menjadi satu-satunya pihak yang menanggung konsekuensi dari keputusan kontrasepsi. Perempuan berhak mendapatkan dukungan dari pasangan mereka dalam perencanaan keluarga, dan laki-laki juga harus mengambil peran aktif dalam tanggung jawab ini.

Sebagai perempuan, kita perlu menyuarakan hak kita atas pilihan kontrasepsi yang lebih adil. Dengan terus mendorong kesadaran, mendukung kebijakan yang berpihak pada kesetaraan, serta mengajak laki-laki untuk lebih terlibat, kita dapat menciptakan sistem yang lebih seimbang dan berkeadilan.

(*)

Celine Night

Sumber: BKKBN,Twitter,bps.go.id,Siloam Hospitals,Global Health: Science and Practice
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri