Sebaliknya, ada tiga negara terbawah yang kurang direkomendasikan untuk para pekerja perempuan. Negara-negara tersebut yakni Jepang, Turki, dan Korea Selatan.
Di negara tersebut, norma sosial dianggap masih menempatkan perempuan dalam dilema antara karier dan keluarga. Tak mengherankan jika partisipasi mereka di dunia kerja terbilang rendah.
Masih dalam indeks serupa, Inggris dan Amerika Serikat memiliki kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan yang terbilang tinggi. Bukan hanya itu, Amerika Serikat juga menjadi satu-satunya negara yang belum memiliki kebijakan cuti melahirkan atau cuti orang tua berbayar yang turut berkontribusi terhadap rendahnya peringkat mereka dalam indeks ini.
Kesenjangan di Dunia Kerja
Kawan Puan, walaupun sudah ada negara terbaik untuk perempuan kerja, namun angka partisipasi mereka masih terbilang rendah dibandingkan laki-laki. Misalnya di Italia dan Yunani, kurang dari dua pertiga perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi berpartisipasi dalam angkatan kerja.
Secara keseluruhan, keterwakilan perempuan dalam posisi manajerial mengalami sedikit peningkatan, dari 33,5 persen menjadi 34,1 persen. Amerika Serikat mencatat angka tertinggi dalam indikator ini, dengan 42,6 persen posisi manajerial diisi oleh perempuan, diikuti oleh negara-negara Skandinavia.
Meski ada kemajuan dalam beberapa aspek, laporan ini menunjukkan bahwa kesenjangan gender di dunia kerja masih menjadi tantangan besar di banyak negara.
Di sisi lain, Indonesia tidak termasuk dalam survei di atas. Artinya, kita belum bisa mengukur di mana posisinya. Meski demikian, Kawan Puan bisa menilai sendiri apakah Indonesia termasuk negara terbaik untuk pekerja perempuan atau belum.
Baca Juga: Pakar Unair Ungkap Dampak Naiknya Batas Usia Pensiun, Bagaimana dengan Pekerja Perempuan?
(*)