Masa Depan Anak Perempuan Terancam: Mengapa Child Grooming Tidak Boleh Diromantisasikan?

Arintha Widya - Senin, 17 Maret 2025
Mengapa sebaiknya kita tidak meromantisasi child grooming atas dasar cinta?
Mengapa sebaiknya kita tidak meromantisasi child grooming atas dasar cinta? iStockphoto

Parapuan.co - Kawan Puan, sadar atau tidak kita atau orang-orang di sekitar kita mungkin sudah meromantisasi child grooming dan menyamarkannya sebagai  bentuk cinta dan kasih sayang yang tulus. Mari kita telaah lagi lebih dalam istilah yang baru-baru ini kembali diperbincangkan usai terkuaknya hubungan Kim Soo Hyun dengan mendiang Kim Sae Ron.

Kim Soo Hyun diduga sudah mengencani Kim Sae Ron sejak sang aktris berusia 15 tahun. Pernyataan tersebut diungkap oleh pihak keluarga, meskipun dari sisi Kim Soo Hyun menolak disebut memacari Kim Sae Ron kala itu.

Sebagian dari kita boleh menganggap jatuh cinta dan pacaran tidak mengenal usia. Akan tetapi, child grooming adalah hal yang jauh berbeda. Ini tidak sama dengan jatuh cinta atau kencan di usia yang sudah cukup, di mana seseorang minimal sudah punya KTP.

Child grooming, sebagaimana mengutip laman Domestic Violence Services Network, merupakan bentuk manipulasi yang dilakukan oleh pelaku kekerasan untuk mendapatkan kendali penuh atas korban. Meromantisasi child grooming hanya akan semakin memperkuat mitos berbahaya yang menormalisasi hubungan yang tidak sehat dan penuh eksploitasi.

Pelaku Grooming Tahu Apa yang Mereka Lakukan

Pelaku child grooming tidak bertindak secara kebetulan atau tanpa tujuan. Mereka memiliki strategi yang jelas dalam membangun hubungan yang tampak ideal di awal, hanya untuk kemudian beralih ke pola kontrol dan penyalahgunaan.

Salah satu metode yang digunakan adalah dengan menciptakan gambaran "romansa sempurna". Pada tahap awal, mereka akan memberikan perhatian penuh, mengungkapkan perasaan dengan cara yang sangat intens, dan bahkan mendorong hubungan untuk berkembang dengan cepat.

Tak jarang, mereka juga berusaha memonopoli waktu korban, mengajak mereka menghindari teman dan keluarga dengan alasan "fokus pada hubungan" atau "mengutamakan cinta mereka". Ini bukanlah tanda cinta sejati, melainkan upaya isolasi yang membuat korban semakin tergantung pada pelaku.

Kontrol dengan Kedok Kepercayaan

Baca Juga: Viral Usai Aliando Diduga Pacari Remaja 15 Tahun, Kenali Bentuk Child Grooming

Selain membanjiri korban dengan perhatian dan kasih sayang, pelaku grooming juga berusaha mendapatkan akses ke aspek-aspek pribadi dalam kehidupan korban. Mereka mungkin mendorong korban untuk berbagi rahasia terdalam, kata sandi media sosial, informasi keuangan, bahkan akses ke rumah mereka.

Semua itu dikemas sebagai "bukti kepercayaan" dalam hubungan, padahal tujuan sebenarnya adalah untuk mengendalikan dan memanipulasi korban. Begitu pelaku merasa cukup mengendalikan korban, sikap mereka bisa berubah drastis.

Tiba-tiba, mereka menjadi intimidatif, menuntut lebih banyak pengorbanan, dan bahkan mulai menerapkan ancaman emosional. Pelaku mungkin menyalahkan korban atas perubahan dalam hubungan, mengklaim bahwa jika korban benar-benar mencintai mereka, maka mereka harus bersedia memberikan lebih banyak hal, baik secara fisik, emosional, maupun finansial.

Siklus Manipulasi dan Pelepasan

Saat korban mulai merasa tidak nyaman atau mencoba menarik diri, pelaku bisa mengambil langkah ekstrem, termasuk mengakhiri hubungan secara tiba-tiba. Ini bukan sekadar perpisahan biasa, melainkan bagian dari pola manipulasi.

Pelaku bisa saja kembali setelah beberapa waktu, mengaku menyesal, dan berjanji akan berubah. Dengan harapan bahwa cinta yang awalnya mereka rasakan akan kembali, korban sering kali menerima pelaku kembali, hanya untuk masuk ke dalam siklus grooming yang sama.

Mengapa Kita Harus Berhenti Meromantisasi Child Grooming?

Menganggap child grooming sebagai bentuk cinta sejati adalah kesalahan besar yang bisa berdampak pada banyak korban. Hubungan yang dibangun atas dasar manipulasi dan kontrol tidak boleh dianggap sebagai hubungan romantis yang wajar. Kita harus memahami bahwa pelaku grooming tidak benar-benar mencintai korban—mereka hanya mengeksploitasi dan mengendalikan untuk kepentingan sendiri.

Masyarakat perlu lebih sadar akan tanda-tanda child grooming dan berhenti menormalisasi hubungan yang tidak sehat. Pendidikan tentang hubungan yang sehat dan persetujuan yang nyata sangat penting untuk mencegah lebih banyak korban terjebak dalam siklus manipulasi ini.

Sebagai individu, kita harus lebih kritis dalam melihat hubungan yang tampaknya "terlalu sempurna" dan mendukung korban untuk keluar dari jerat eksploitasi ini. Cinta sejati tidak memanipulasi, mengisolasi, atau mengendalikan.

Jika ada unsur kontrol dan intimidasi, maka itu bukan cinta—itu adalah penyalahgunaan. Mari hentikan romantisasi child grooming dan mulai membangun kesadaran akan hubungan yang sehat dan saling menghormati.

Baca Juga: Termasuk Pelecehan Seksual terhadap Anak, Apa Beda Child Grooming dan Pedofil?

(*)

Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Masa Depan Anak Perempuan Terancam: Mengapa Child Grooming Tidak Boleh Diromantisasikan?