Parapuan.co - Sebagian besar Kawan Puan mungkin sudah mengetahui tentang teror dan intimidasi yang mengarah ke Tempo. Pekan lalu, jurnalis perempuan di desk politik Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica) mendapatkan kiriman berisi kepala babi.
Belum cukup sampai di situ, beberapa hari kemudian Tempo menerima kiriman paket berisi bangkai tikus tanpa kepala. Hal ini mendapatkan sorotan dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Melalui siaran pers, Komnas Perempuan menyatakan upaya memutus impunitas pelaku intimidasi terhadap jurnalis perempuan. Komnas Perempuan mengecam tindakan intimidasi terhadap media, terutama yang menjadikan jurnalis perempuan sebagai target.
Serangan ini semakin menambah daftar panjang kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, terutama jurnalis perempuan, yang berperan dalam memastikan hak konstitusional masyarakat atas informasi sebagai bagian dari kehidupan demokratis.
Menjadikan perempuan sebagai target intimidasi adalah strategi penaklukan yang memanfaatkan struktur patriarkal, di mana perempuan sering dikonstruksikan sebagai pihak yang perlu "dilindungi".
Dalam posisi ini, tubuh dan seksualitas perempuan kerap dijadikan alat untuk menekan kelompok yang disasar agar menghentikan perjuangan mereka. Strategi ini merupakan pengalaman umum bagi banyak perempuan pembela HAM (PPHAM), termasuk jurnalis perempuan.
Penggunaan kepala babi dalam intimidasi ini juga mencerminkan upaya merendahkan martabat manusia, khususnya perempuan. Simbol tersebut sering dikaitkan dengan sesuatu yang menjijikkan atau rakus, sekaligus digunakan sebagai alat untuk membangun perbedaan kelompok dalam masyarakat.
Dengan demikian, penggunaan kepala babi dalam kasus ini berupaya "meliankan" jurnalis perempuan dalam profesinya, aktivismenya, dan kewarganegaraannya.
Perendahan martabat perempuan secara simbolis ini harus dihapuskan, begitu pula dengan upaya intimidasi yang berpotensi memecah-belah masyarakat melalui isu identitas.
Baca Juga: Rumitnya Lapor Tindak Pidana Kekerasan Seksual: Saat Jurnalis Perempuan Direkam Ilegal di KRL