Indonesia Disebut Alami Local Brand Winter, Apa Solusinya bagi Pelaku Usaha Lokal?

Arintha Widya - Rabu, 26 Maret 2025
Local Brand Winter di Indonesia dan solusinya.
Local Brand Winter di Indonesia dan solusinya. Jajah-sireenut

Parapuan.co - Industri merek lokal di Indonesia disebut tengah mengalami fase yang menantang, yaitu Local Brand Winter. Hal ini disampaikan oleh CEO dan Founder Hypefast, Achmad Alkatiri, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Achmad Alkatiri mengadaptasi konsep Tech Winter yang pernah mengguncang industri teknologi, yang ditandai dengan perlambatan pertumbuhan bisnis, menurunnya investasi, hingga terpaksa tutupnya beberapa merek lokal yang sebelumnya berkembang pesat.

Apa itu Local Brand Winter dan bagaimana pelaku usaha lokal bisa bertahan dalam menghadapi tantangan? Berikut penjelasan Achmad Alkatiri!

Dinamika Local Brand Winter di Indonesia

Di penghujung tahun 2024, beberapa merek lokal ternama seperti Syca, Roona Beauty, dan Matoa terpaksa menghentikan operasional mereka akibat kompetisi yang semakin ketat. Achmad Alkatiri, menyoroti bahwa industri kecantikan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak.

"Seperti fenomena Tech Winter yang dalam beberapa tahun silam melanda perusahaan-perusahaan berbasis teknologi, industri brand lokal juga tengah mengalami fenomena Local Brand Winter, terutama di bidang kecantikan," ujar Achmad pada Selasa (25/3/2025).

Menurutnya, dalam waktu kurang dari satu tahun terakhir, banyak brand kecantikan lokal yang gulung tikar akibat persaingan ketat dengan merek luar, khususnya dari Tiongkok. Padahal, pada periode 2021-2023, industri ini menunjukkan potensi besar dengan masuknya investasi dari berbagai pihak ke merek-merek seperti Rose All Day, Base, dan ESQA.

Selain itu, merek-merek lokal sebelumnya mendominasi platform e-commerce seperti Shopee dan TikTok Shop. Namun, kehadiran merek Tiongkok dengan modal besar mulai mengubah peta persaingan. Data internal Hypefast menunjukkan bahwa merek asal Tiongkok mampu mengalokasikan 30-40 persen omzet mereka untuk pemasaran, sementara merek lokal hanya sekitar 10 persen agar tetap mempertahankan profitabilitas.

Akibat strategi pemasaran yang agresif dari merek luar, banyak konsumen di Indonesia bahkan tidak bisa membedakan antara merek lokal dengan produk luar. Survei Hypefast mengungkap bahwa 6 dari 10 orang Indonesia tidak mengetahui apakah merek yang mereka beli berasal dari Tiongkok atau Indonesia.

Baca Juga: Sebelum Terjun ke Bisnis Kecantikan, Pahami Peluang dan Tantangan bagi Brand Lokal

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya


REKOMENDASI HARI INI

Tips Aman Berkendara Mudik Lebaran, Ketahui Kapan Harus Berhenti untuk Istirahat