Parapuan.co - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, angkat bicara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran terhadap seorang anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Ia menyayangkan terjadinya kekerasan seksual di lingkungan rumah sakit yang seharusnya menjadi ruang aman bagi semua orang, tak terkecuali perempuan. Menurutnya, kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk ruang publik yang harusnya aman, seperti rumah sakit.
"Kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi kita semua. Tidak ada satu pun perempuan pantas menjadi korban kekerasan seksual," ungkap Menteri PPPA Arifah Fauzi seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Senin (14/4/2025).
"Kami berkomitmen untuk mengawal proses hukum dan pemulihan korban, serta memastikan hak-hak korban dipenuhi secara menyeluruh. Selain itu, kami juga mendorong penguatan sistem pencegahan dan respons di rumah sakit, kampus, dan institusi pelayanan publik lainnya," imbuhnya.
Menteri PPPA juga menyampaikan apresiasi atas langkah cepat yang diambil Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung dalam menangani kasus ini.
"Pihak UPTD PPA telah memberikan layanan konseling dan pendampingan psikologis kepada korban dan melakukan koordinasi dengan Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung sehingga saat ini pelaku sudah ditahan," katanya.
Terkait proses hukum, Menteri PPPA menegaskan bahwa tersangka dapat dijerat Pasal 6 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang mengatur ancaman pidana hingga 12 tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp300 juta.
"Ancaman pidana tersangka dapat ditambah sepertiga karena dilakukan oleh tenaga medis atau profesional dalam situasi relasi kuasa, atau mengakibatkan dampak berat bagi korban, termasuk trauma psikis, luka berat, atau bahkan kematian," tutur Menteri PPPA.
Ia juga mengajak masyarakat untuk tidak ragu melapor jika mengalami, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan seksual, dengan memanfaatkan lembaga resmi seperti UPTD PPA, UPTD bidang sosial, penyedia layanan berbasis masyarakat, atau pihak kepolisian.
Baca Juga: KemenPPPA Turut Kawal Kasus Kekerasan Seksual yang Melibatkan Oknum Kepolisian