Parapuan.co - Pelecehan seksual di ruang publik kembali terjadi dan memakan korban. Kasus ini mencuat setelah beradar video di media sosial yang menunjukkan seorang perempuan menangis ketika memasuki sebuah taksi online.
Kepada sopir taksi online tersebut, perempuan ini menjelaskan bahwa dirinya baru saja menjadi korban pelecehan seksual ketika turun di eskalator Stasiun Tanah Abang.
Perempuan tersebut kemudian berusaha melaporkan kejadian yang ia alami ke petugas setempat dan meminta untuk melakukan pengecekan CCTV. Korban mengatakan bahwa pelaku secara sengaja menumpahkan air mani ke celana belakang korban.
Sementara dikutip dari laman Kompas.com, Manajer Human, KCI, Leza Arlan menerangkan pihaknya telah melakukan penelusuran CCTV terhadap laporan pelecehan seksual tersebut.
"Laporan tersebut segera ditindaklanjuti dengan penelusuran Sistem CCTV Analytic untuk melacak terduga pelaku," kata Leza, dalam rilisnya, Minggu (6/4/2025). Dari rekaman CCTV, tampak seorang pria mengikuti korban sejak turun dari kereta hingga ke hall bawah Stasiun Tanah Abang.
Leza menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penelusuran tersebut, KAI Commuter telah mengantongi terduga pelaku. Terduga disinyalir melakukan tindakan pelecehan mulai dari turun kereta hingga hall bawah stasiun dan terus mengikuti di belakang korban.
KemenPPPA Kawal Kasus Pelecehan Seksual di Commuter Line Tanah Abang
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi menyampaikan keprihatinan mendalam dan mengecam tindakan pelecehan seksual yang dialami seorang perempuan pengguna Commuter Line di Stasiun Kereta Rel Listrik (KRL) Tanah Abang pada April 2025.
"Peristiwa ini kembali menjadi alarm bahwa ruang publik masih belum sepenuhnya aman, khususnya bagi perempuan dan kelompok rentan," ujar Menteri PPPA.
Baca Juga: Pelecehan Seksual di KRL: Kronologi dan Cara Melawan di Ruang Publik
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melalui tim layanan SAPA 129 telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT PPPA) Provinsi DKI Jakarta terkait kasus ini.
Petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI) berhasil mengidentifikasi pelaku melalui penelusuran rekaman CCTV Analytic. Identifikasi tersebut dilakukan guna memberikan notifikasi dan memasukkan pelaku ke daftar hitam (blacklist) apabila kembali memasuki area stasiun.
Pihaknya juga saat ini sudah terhubung dengan korban untuk melakukan pendampingan terkait laporan secara hukum maupun psikologis.
Atas tindakannya, pelaku dapat dijerat Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang berbunyi:
"Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)".
Dalam upaya penanganan dan pendampingan korban, Menteri PPPA menjelaskan Kemen PPPA melalui tim layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 akan terus berkoordinasi dengan Unit Pelaksanan Teknis Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT PPPA) Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan pendampingan kepada korban, baik secara psikologis maupun hukum.
KemenPPPA mengutuk keras segala bentuk kekerasan seksual, termasuk yang terjadi di fasilitas publik dan menyerukan peran aktif seluruh pihak, mulai dari operator transportasi, aparat penegak hukum, hingga masyarakat untuk bersama menciptakan ruang yang aman bagi semua.
"Masyarakat yang menyaksikan atau mengetahui adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat segera melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129," imbuh Arifah Fauzi.
"Terkait kasus ini, Kemen PPPA akan mengawal hingga tuntas. Perempuan harus dilindungi agar dapat hidup dengan aman, bermartabat, dan bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi," pungkas Menteri PPPA.
Baca Juga: Viral di TikTok Penyalahgunaan Pin Ibu Hamil KRL, Kapan Seharusnya Dikembalikan?
(*)