Parapuan.co - Dalam beberapa dekade terakhir, semakin banyak perempuan di Indonesia yang mulai memberanikan diri untuk keluar dari zona nyaman dan menantang batasan sosial. Salah satunya, perempuan berani menjadi pelaku usaha di berbagai sektor, mulai dari usaha kecil berbasis rumah tangga, bisnis kreatif, hingga skala perusahaan rintisan berbasis teknologi.
Fenomena ini tentu menjadi sebuah angin segar yang menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki potensi besar untuk mengambil peran penting dalam roda perekonomian nasional. Meski begitu, realita di lapangan masih menunjukkan adanya sejumlah hambatan yang harus dihadapi para perempuan pemilih jalur ini. Tantangan yang datang bukan hanya dari sisi bisnis semata, melainkan juga dari lingkungan sosial, budaya, bahkan keluarga terdekat.
Stereotip Gender yang Masih Kuat
Salah satu tantangan paling mendasar dan hingga kini masih dihadapi oleh pelaku usaha perempuan adalah kuatnya stereotip gender yang menganggap bahwa perempuan sebaiknya lebih fokus pada urusan domestik, seperti mengurus rumah tangga, anak, dan suami, sementara urusan bisnis atau dunia usaha dianggap lebih cocok dijalani oleh laki-laki.
Stereotip seperti ini tidak jarang membuat perempuan pelaku usaha harus berjuang dua kali lipat, karena selain harus mengelola bisnisnya, mereka juga dituntut untuk tetap menjalankan peran domestik dalam keluarga.
Akibatnya, banyak perempuan yang merasa bersalah atau terbebani secara psikologis saat harus membagi waktu antara bisnis dan keluarga. Tak sedikit pula, perempuan mengalami tekanan sosial dari lingkungan sekitar, baik dari keluarga besar, tetangga, hingga komunitas sosial, yang secara tidak langsung meragukan kemampuan perempuan untuk sukses di dunia usaha.
Pada akhirnya, tantangan ini kerap membuat mental para pelaku usaha perempuan mudah goyah, apalagi ketika bisnis mengalami masalah. Yunna Mercier, pemilik brand perawatan kulit Animate juga menyebut bahwa stereotip gender yang masih kuat dalam masyarakat menjadi tantangan besar perempuan sebagai pelaku usaha.
"Sekarang masih banyak banget stigma tentang perempuan itu lemah yang hanya bisa mengurus anak, jadi ibu rumah tangga, masak di dapur. Zaman sekarang juga masih banyak perempuan yang 'buat apasih melanjutkan pendidikan kan akhirnya di dapur'," ujar Yunna dalam Virtual Media Briefing: Kita Hebat, Kita Bisa Berdayakan Perempuan bersama TikTok, Tokopedia, dan TikTok Shop pada Kamis (17/5/2025).
Padahal, perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dalam berkarier, mendapatkan pekerjaan, hingga menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Perempuan juga sebenarnya bukan pelaku satu-satunya dalam menyelesaikan tugas domestik di rumah.
Baca Juga: Indonesia Disebut Alami Local Brand Winter, Apa Solusinya bagi Pelaku Usaha Lokal?
"Tantangan itu berseliweran, padahal kenyataannya, perempuan itu bukan hanya bisa sebagai ibu rumah tangga atau cuman mengurus anak atau berakhir di dapur. Perempuan itu juga bisa bekerja, menghasilkan uang dengan berbagai cara termasuk mendirikan bisnis sendiri. Itulah tantangan besar perempuan," imbuh Yunna.
Di balik berbagai tantangan yang dihadapi perempuan sebagai pelaku usaha, Yunna berharap di era digital seperti saat ini, memberikan dukungan pada perempuan lain yang mau memulai bisnis adalah hal penting.
Dengan begitu, calon pelaku usaha lainnya diharapkan bisa memiliki semangat yang sama dalam mewujudkan mimpinya.
"Nah di era digital seperti ini, kita perlu menunjukkan dan tampil biar semakin banyak orang punya keberanian yang sama juga," imbuhnya.
Komentar Negatif yang Masih Banyak Diterima
Dyah Laily Fardisa, pemilik usaha oseng mercon Bolosego juga membagikan tantangannya sebagai pelaku usaha perempuan. Berbeda dengan Yunna, Dyah lebih menitik beratkan pada komentar-komentar negatif yang masih sering diterima perempuan di dunia digital.
Menurut Dyah, komentar-komentar negatif seperti body shaming ini bisa membuat perempuan merasa takut hingga kehilangan rasa percaya diri. Menurutnya, "Di era digitalisasi saat ini, kadang ketika kita sounding produk malah mendapatkan komentar body shaming yang kadang membuat perempuan takut."
Ia juga menekankan bahwa, semangat dan kampanye pemberdayaan perempuan semoga semakin digaungkan di dunia digital agar kejadian tersebut tidak melebar dan terjadi berulang.
"Jadi aku harap semangat women support women di dunia digital juga harus ada," tegas Dyah.
"Perempuan berbisnis, mengelola karyawan, mengurusi segala macam risiko yang tidak bisa ditebak itu berat banget. Nah, di momen Hari Kartini, ini jadi momen baik buat kita sesama perempuan untuk saling support satu sama lain termasuk di dunia digital," pungkasnya.
Baca Juga: Perempuan Karier dan Pelaku Usaha Perlu Tahu 3 Fungsi NPWP, Apa Saja?
(*)