Apa yang dilakukan Kartini ini merupakan bentuk pemberontakan dirinya dan upaya memutus budaya patriarki. Meskipun ibunya bukanlah keturunan bangsawan, Kartini tetap menghargai Ngasirah sebagai ibunya.
Perjuangan dalam Pendidikan dan Kesetaraan Perempuan
Perjuangan Kartini dalam dunia pendidikan dimulai dari Jepara, ia membangun sebuah sekolah kecil yang mengajarkan baca-tulis, kerajinan tangan, serta memasak.
Kartini berniat untuk memajukan para perempuan pribumi yang masih terlalu terikat dengan budaya dan adat. Saat itu, kaum perempuan dilarang untuk berpendidikan tinggi dan hanya diperbolehkan tinggal di rumah untuk mengurus anak dan suami.
Di tahun 1903 saat Kartini berusia 24 tahun, ia menikah dengan Bupati Rembang, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Sebelum dinikahi, Kartini mengajukan beberapa persyaratan yang tentunya berkaitan dengan perjuangannya memajukan kaum perempuan, misalnya:
- Kartini berusaha menghapuskan ketidakadilan yang selalu diterima sang ibu dengan meminta agar ibunya bisa masuk ke pendopo.
- Kartini ingin, ia juga dibolehkan membuka sekolah untuk mengajar putri-putri pejabat Rembang seperti yang dilakukannya di Jepara.
- Kemudian, dalam prosesi upacara pernikahan, Kartini tidak mau ada prosesi jalan jongkok, berlutut, dan menyembah kaki mempelai laki-laki, untuk menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan harus sederajat.
Syarat-syarat tersebut dipenuhi, sehingga Kartini tetap bisa mewujudkan cita-citanya untuk memajukan pendidikan perempuan pribumi. Sekolah yang didirikan setelah menikah berada di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang (sekarang Gedung Pramuka).
Baca Juga: Hadir dan Ramaikan, Kartini Kini 2025 Dorong Pemberdayaan Perempuan Lewat Kegiatan Ini
Meninggal Dunia Setelah Melahirkan
Perjuangan Kartini dalam upaya kesetaraan pada perempuan tidak berlangsung lama. Pada 17 September 1904, ia meninggal dunia beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya.
Meski sangat singkat, perjuangan Kartini menginspirasi banyak orang. Setelah berpulang, tulisan dari surat-suratnya kepada temannya di Eropa dibukukan dengan judul "Door Duisternis tot Licht" atau "Habis Gelap Terbitlah Terang" oleh Jackques Henrij Abendanon, salah satu sahabat penanya.
Atas jasanya memperjuangkan perempuan dalam mendapatkan kesetaraan dalam pendidikan dan berkarya, Pemerintah Indonesia menetapkan RA Kartini sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Nomor 108 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964. Selain itu, tanggal lahirnya, yaitu 21 April, ditetapkan sebagai Hari Kartini.
Baca Juga: Mengenal Ngasirah, Sosok Ibu di Balik Perjuangan Kartini akan Kesetaraan
(*)