Mengenang Paus Fransiskus: Pemimpin yang Penuh Kasih dan Harapan

Tim Parapuan - Selasa, 22 April 2025
Paus Fransiskus saat memimpin kebaktian di aula Paulus VI, Vatikan
Paus Fransiskus saat memimpin kebaktian di aula Paulus VI, Vatikan FILIPPO MONTEFORTE

Parapuan.co - Tidak banyak tokoh keagamaan yang mampu menyentuh hati perempuan di seluruh dunia seperti Paus Fransiskus. Sejak awal kepemimpinannya, beliau menunjukkan empati, kerendahan hati, dan perhatian mendalam pada isu-isu yang dekat dengan kehidupan perempuan. Mulai dari kemiskinan, ketidakadilan, hingga kesetaraan gender.

Maka tak heran, kepergiannya pada Senin, 21 April 2025, menyisakan duka mendalam tak hanya bagi umat Katolik, tapi juga bagi banyak perempuan yang menjadikannya sumber harapan dan inspirasi.

Paus Fransiskus meninggal dunia dalam usia 88 tahun di kediamannya di Vatikan setelah mengalami serangan stroke hebat. Sebelumnya, ia sempat menderita pneumonia ganda sejak Februari 2025 yang memperparah kondisi paru-parunya. Meskipun kondisinya memburuk, ia tetap menjalankan tugas-tugas kerohaniannya sampai hari-hari terakhir hidupnya.

Melansir dari Kompas.com, kronologi sakit beliau mencerminkan keteguhan dan dedikasi luar biasa. Pada akhir tahun 2024, ia sempat dirawat karena infeksi saluran pernapasan.

Lalu, ia kembali ke rumah sakit pada awal tahun 2025 karena pneumonia. Meski dalam kondisi lemah, ia tetap hadir dalam perayaan Minggu Palma dan menyampaikan pesan damai kepada umat.

Kehadiran Paus Fransiskus tidak hanya dirasakan di Vatikan. Kehangatannya terasa nyata di setiap pesan dan tindakan di seluruh penjuru dunia. Ia tidak tinggal di Istana Apostolik seperti para paus pendahulunya, melainkan memilih rumah tamu sederhana.

Ia sering kali lebih suka menggunakan mobil kecil ketimbang kendaraan dinas mewah. Semua ini menjadi simbol nyata dari gaya kepemimpinannya yang membumi, sederhana, dan penuh kasih.

Baca Juga: Pesan Toleransi Paus Fransiskus, Menyatukan Keberagaman di Indonesia

 

Warisan dari Kepemimpinan Paus Fransiskus

Warisan beliau tidak berhenti pada simbol. Dalam masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus meninggalkan lima pemikiran besar yang mengubah arah gereja dan memberi harapan bagi banyak orang, termasuk perempuan yang selama ini merasa tidak mendapat tempat yang cukup dalam institusi agama.

Pertama adalah komitmen terhadap keadilan sosial. Ia secara konsisten menyuarakan keprihatinan terhadap ketimpangan ekonomi dan mendorong gereja untuk berpihak kepada yang miskin. Kritiknya terhadap sistem kapitalisme ekstrem membuka ruang diskusi baru tentang ekonomi yang lebih manusiawi dan berkeadilan.

Kedua adalah keterbukaan terhadap perempuan. Paus Fransiskus membuka pintu bagi perempuan untuk berperan lebih aktif dalam Gereja, menunjuk perempuan dalam posisi strategis di Vatikan, dan mendorong pemikiran baru mengenai peran perempuan dalam liturgi dan kehidupan beriman.

Ketiga adalah semangat dialog antaragama. Ia sering kali bertemu dan berdialog dengan tokoh-tokoh agama besar dunia, dari Islam, Yahudi, Buddha hingga Hindu. Dialog ini membuka jalan untuk kerja sama lintas iman yang lebih harmonis dan saling menghargai, nilai yang sangat relevan bagi perempuan yang sering berada di garda depan dalam komunitas lintas budaya.

Keempat, kepedulian terhadap lingkungan hidup. Dalam ensikliknya "Laudato Si'", Paus Fransiskus mengajak seluruh dunia untuk menjaga bumi sebagai rumah bersama. Ia menyerukan tanggung jawab kolektif terhadap perubahan iklim, sebuah isu yang banyak diperjuangkan juga oleh aktivis-aktivis perempuan di seluruh dunia.

Kelima adalah keterbukaan terhadap komunitas LGBTQ+. Paus Fransiskus menjadi paus pertama yang secara terbuka menyatakan bahwa orang LGBTQ+ juga anak-anak Allah dan pantas disambut dalam gereja. Pernyataannya "Siapa saya untuk menghakimi?" menjadi tonggak penting dalam sejarah gereja yang lebih inklusif.

Duka mendalam mengiringi kepergian beliau. Dari berbagai penjuru dunia, pemimpin negara, tokoh agama, dan jutaan umat Katolik menyampaikan belasungkawa. Banyak perempuan menuliskan di media sosial tentang bagaimana Paus Fransiskus membuat mereka merasa didengar, dilihat, dan diterima.

Baca Juga: Peduli Isu Terkait Perempuan, Paus Fransiskus Pernah Mengimbau Tentang Ini

Pemakamannya pun dilakukan secara sederhana di Basilika Santa Maria Maggiore, sesuai dengan permintaan pribadinya. Tidak ada kemewahan, tidak ada upacara besar, hanya doa dan kesederhanaan yang menggambarkan sebuah penutup hidup yang sejalan dengan nilai-nilai yang ia perjuangkan.

Lebih dari sekadar pemimpin agama, Paus Fransiskus adalah simbol perubahan. Ia mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak datang dari kekuasaan, tetapi dari keberanian untuk mencintai dan melayani. Warisannya tidak hanya akan hidup dalam dokumen-dokumen Vatikan, tetapi juga dalam hati orang-orang yang merasa terinspirasi olehnya.

Bagi banyak perempuan, Paus Fransiskus adalah bukti bahwa suara empati dan cinta bisa mengubah dunia. Ia membawa Gereja lebih dekat kepada umat, dan lebih dekat kepada kehidupan nyata, termasuk kehidupan para ibu, anak-anak, pekerja, dan mereka yang terpinggirkan.

Kini, meski ia telah tiada, pesan-pesannya akan terus bergaung, tentang kesetaraan, tentang keberanian, dan tentang cinta tanpa syarat. Dunia kehilangan seorang gembala, tetapi tidak kehilangan arah. Karena jalan yang ditunjukkannya, sudah menjadi cahaya bagi banyak jiwa.

(*)

Celine Night

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintha Widya