Parapuan.co - Viralnya masalah Aisha Wedding Organizer yang diduga mempromosikan pernikahan anak usia 12-21 tahun, menjadi contoh kasus tingginya pernikahan di bawah umur di Indonesia.
Ada banyak penyebab pernikahan di bawah umur yang dipromosikan Aisha Wedding ini masih marak terjadi.
Salah satunya bisa disebabkan dari pemakaian istilah perawan tua untuk perempuan.
Tak bisa dimungkiri, istilah perawan tua memang sudah seperti mengakar budaya di Tanah Air, terutama saat perempuan di usia 25 tahun ke atas belum menikah.
Adanya label inilah yang membuat banyak perempuan takut untuk telat menikah.
Menurut Bambang Hudayana, antropolog Universitas Gadjah Mada saat dihubungi Parapuan.co, Jumat (12/2/2021) mengungkapkan kalau istilah perawan tua ini sudah lama ada di Indonesia sehingga tanpa disadari sudah menjadi budaya.
“(Sebutan perawan tua) itu mitos lama atau stigma yang mengakar pada banyak budaya. Saya orang Jawa jadi saya bisa merasakan (bahwa) dulu kalau orang terlambat menikah disebut ‘perawan kasep’,” ujarnya.
Oleh sebab itu, orangtua zaman dulu senang dan bangga saat anak perempuannya banyak dilamar, karena ingin terhindar dari sebutan perawan tua.
Meski demikian, menurut Bambang seharusnya pernikahan dilakukan saat usia perempuan sudah ideal bukan di bawah umur.
Bambang pun menjelaskan kalau adanya stigma perawan tua sama dengan merendahkan seorang perempuan.
Menakuti Perempuan
Padahal keputusan menikah merupakan hak pilihan individu yang seharusnya diputuskan oleh perempuan.
“Untuk mengurangi stigma itu, saya kira harus ada edukasi dalam masyarakat bahwa menikah itu keputusan yang sifatnya pribadi. Jangan mengurus urusan, hak, privasi orang lain. Kalau itu bisa diinternalisasikan dalam keluarga, dalam masyarakat, orang tidak perlu bertanya, ‘Sudah menikah belum? Anaknya sudah berapa?’ karena itu pertanyaan yang sangat pribadi,’ pungkas Bambang.
Senada dengan Bambang, Rose Mini Agoes Salim psikolog anak menilai bahwa stigma perawan tua merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk menakuti orang lain.
Rasa takut ini disebabkan karena perilaku masyarakat tempat perempuan tinggal.
Bila seorang perempuan tinggal dengan masyarakat yang sudah terbiasa menikah muda, istilah ini pun akan dipakai untuk menakuti perempuan.
“Jadi, kalau keluar dari rata-rata itu, maka kemudian menjadi suatu ketakutan sendiri. Sebetulnya tidak ada data otentik yang mengatakan mereka itu menjadi perawan tua. Sampai usia berapa sebetulnya? Kan tidak pasti,” ujar psikolog yang biasa disapa Bunda Romi ini.
Sudah Jarang Didengar Perempuan Modern
Namun, rupanya istilah perawan tua ini sudah mulai memudar seiring perkembangan zaman.
Perempuan modern di perkotaan sudah jarang mendengar sebutan perawan tua, karena aktivitas perempuan pun sudah berubah.
“Sepertinya istilah itu sudah semakin pupus kecuali di daerah-daerah tertentu, kalau menurut saya. Karena kini wanita bekerja, menyongsong karirnya masing-masing, merencanakan hidupnya masing-masing,” ujarnya.
Dia pun melihat kebanyakan perempuan sekarang cenderung menunda untuk menikah demi mengejar pendidikan terlebih dahulu.
Sebab, kalau sudah menikah, mereka akan sulit membagi waktu.(*)