Tanpa adanya consent dari salah satu pihak secara sadar maupun tak sadar (misalnya saat tidur atau mabuk), maka pihak lain yang terlibat tidak boleh memaksakan aktivitas tersebut.
Consent harus dimiliki dari semua pihak yang terlibat dalam sebuah hubungan, bahkan antara suami dan istri sekalipun.
Shocking? Sebetulnya tidak juga, Kawan Puan. Sebab pada dasarnya, aktivitas seksual itu harus sama-sama bisa dinikmati, lo. Bukan hanya oleh si dia, bukan pula hanya oleh kita.
Penyampaian Consent
Yang sering disalahpahami adalah consent dianggap dapat ditunjukkan melalui asumsi, gestur tubuh, atau reaksi biologis seseorang.
Padahal yang dimaksud dengan consent adalah pernyataan jelas dari pihak terkait mengenai persetujuan mereka terlibat suatu aktivitas dalam hubungan.
Jawaban lugas, "Ya", "Boleh", atau "Tidak", "Enggak mau".
Banyak orang hanya menduga-duga, seperti bersentuhan fisik yang dianggap sudah memberikan consent.
Padahal ini tak ada hubungannya, lo.
Sebab consent harus melalui klarifikasi kembali dari pihak terkait. Ingat, harus jelas lewat kata-kata, sehingga tidak ada interpretasi berbeda yang bisa salah ditangkap pasangan kita.
Inilah kenapa consent sangat penting untuk diketahui dan diterapkan dalam hubungan.
Soalnya, tanpa itu hubungan menjadi penuh kontrol dan kekuasaan sehingga dapat mengarah pada bentuk kekerasan.
Dan kita tentu tak ada yang mau mengalaminya. (*)