"Sebetulnya merujuknya ke hasil uji klinis, di sana ada toleransi, tidak persis 14 hari. In case terjadi keterlambatan, tetap acceptable, (datang di keesokan harinya) suntik lagi enggak apa-apa.
Nanti oleh tenaga kesehatan yang melakukan vaksinasi akan diberikan info (berapa lama keterlambatan itu bisa ditoleransi), tapi itu bukan justifikasi untuk terlambat," kata Bambang.
Bambang pun menegaskan, toleransi itu tidak bisa disepelekan dan idealnya setiap orang tetap datang sesuai jadwal untuk melancarkan program vaksinasi.
Bahkan, lansir dari Miami Herald, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyarankan, seseorang menerima vaksin kedua paling tidak selama tiga minggu hingga satu bulan setelah penyuntikan dosis pertama.
Selaras dengan itu, Oregon Health Association (OHA), Timothy Heider, menyarankan untuk menerima dosis kedua vaksin Covid-19 dengan rekomendasi interval sedekat mungkin.
Baca Juga: MUI Keluarkan Fatwa Hukum Vaksinasi Covid-19, Sebut Tak Batalkan Puasa
"Namun, tidak ada interval maksimum antara dosis pertama dan kedua untuk kedua vaksin," kata Heider, dikutip dari laman KGW8.
Dr Buddy Creech, direktur di Vanderbilt Vaccine Research Program di Vanderbilt Universoty Medical Center, pun bilang, keterlambatan pemberian vaksin seharusnya tak perlu terlalu dikhawatirkan.
"Sistem imun dalam tubuh kita sangat cerdas, ia tidak akan lupa tentang apa yang dikenalinya pertama kali. Sehingga tetap aman.
Jika jeda penyuntikan selama empat, enam, ataupun delapan minggu, hal ini tidak akan menjadi masalah bagi sistem kekebalan tubuh kamu," tutur Dr Creech, dikutip dari laman Miami Herald.
Akan tetapi, tindakan penundaan atau keterlambatan penerimaan vaksin ini juga menimbulkan kekhawatiran sebagian pakar kesehatan, terutama ketika kasus infeksi masih tinggi.