Parapuan.co - #PrayForNTT merupakan tagar yang berkaitan dengan terjadinya banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Minggu (4/4).
Sebagai perempuan, ada masalah tersendiri yang membuat bencana bisa menjadi hal yang begitu sulit bagi mereka, apalagi dalam pengungsian.
Ketika kondisi bencana seperti banjir bandang yang terjadi di NTT, rupanya yang terdampak paling banyak adalah perempuan.
Mulai dari kebutuhan dasar sanitasi yang kurang, infrastruktur yang tidak memadai, hingga yang terparah rentan mengalami kekerasan seksual.
Baca Juga: Hamil Besar, Audi Marissa Turut Serukan Solidaritas untuk Korban Bencana NTT
"Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, apalagi pelecehan seksual sering terjadi karena kondisi pengungsian sangat tidak mendukung secara infrastruktur," kata Olivia Chadidjah Salampessy Wakil Ketua Komnas Perempuan saat dihubungi PARAPUAN pada Selasa (06/04).
Ia menambahkan, hunian sementara yang dibangun tanpa sekat dan fasilitas toilet umum secara konstruksi bangunan tidak ramah perempuan.
Bahkan, di daerah tertentu fasilitas umum dekat dengan hutan dan jauh dari tempat hunian. Sehingga jika ada kasus pelecehan seksual, pelaku mudah melarikan diri.
Minimnya ruang privat bagi perempuan
Minimnya ruang privat perempuan pada kondisi bencana tidak seharusnya membiarkan peluang kasus pelecehan seksual terjadi. Ada cara untuk mencegahnya.
"Sebaiknya hunian sementara yang dibangun pemerintah, ada sekatnya, tidak mencampur antara laki-laki dan perempuan," jelas Olivia.
Perempuan dan anak-anak perempuan di lokasi pengungsian rentan mengalami kekerasan seksual karena sarana dan prasarananya tidak ramah terhadap mereka.
Maka itu, sebaiknya ibu dan anak-anak tidak dipisah.
"Selain itu, harus ada penerangan yang cukup untuk pengamanan," paparnya. Penerangan menjadi penting bagi keamanan perempuan terutama di kondisi bencana.
Baik tenda darurat maupun hunian sementara yang dibangun secara infrastruktur bisa memungkinkan terjadinya kekerasan seksual pada perempuan.
Padahal terjadinya bencana seperti banjir bandang di NTT itu sendiri sudah membuat korban terutama perempuan kebingungan.
Apalagi jika harus ditambah dengan minimnya ruang privat dan ancaman terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan.
Keadaan mendesak sering kali menjadi alasan tidak terwujudnya pemenuhan kebutuhan dasar bagi perempuan dan anak.
Perlu adanya respon yang fokus terhadap keselamatan perempuan pasca bencana maupun dalam kondisi bencana, baik dari pemerintah maupun lembaga non pemerintah.
Baca Juga: Bencana NTT dan NTB, Jokowi Minta Penanganan dilakukan Secara Cepat
Ruang aman bagi perempuan
Dalam kondisi bencana, perlu adanya ruang aman bagi perempuan.
Kehadiran ruang aman di lokasi pengungsian bisa sebagai layanan pengaduan dan memberikan dukungan psikososial bagi perempuan dalam kondisi bencana.
“Ruang aman yang di dalamnya ada pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Civil Society Organization (CSO), Lembaga Swadaya Masyarakat, atau aktivis perempuan,” ujar Olivia.
Di samping itu, Olivia bilang, harus ada pihak aparat yang berada dalam pengungsian untuk meminimalisir terjadinya tindak kejahatan. (*)